Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Serangan Israel Tewaskan Hampir 2 Ribu Anak di Gaza

Serangan Israel Tewaskan Hampir 2 Ribu Anak di Gaza – Israel terus melancarkan serangan udara di Jalur Gaza. Menurut UNICEF, serangan udara Israel telah menewaskan atau melukai lebih dari 400 anak setiap hari.

Serangan Israel Tewaskan Hampir 2 Ribu Anak di Gaza

Serangan Israel Tewaskan Hampir 2 Ribu Anak di Gaza

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Selasa (24/10) waktu setempat, badan Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut menyatakan setidaknya 2.360 anak-anak telah tewas, dan 5.364 lainnya terluka akibat bombardir Israel di Gaza selama 18 hari terakhir.

Kurun waktu 18 hari ini merupakan peningkatan permusuhan paling mematikan di Jalur Gaza dan Israel yang pernah disaksikan PBB sejak tahun 2006.

Kekerasan telah meningkat setelah serangan Hamas ke Israel selatan pada 7 Oktober, yang menyebabkan sedikitnya 1.400 orang tewas. Lebih dari 200 orang disebut telah disandera oleh kelompok milisi Palestina tersebut.

Israel telah bersumpah untuk melakukan “penghancuran total” di Gaza untuk memusnahkan Hamas. Namun, organisasi-organisasi hak asasi internasional telah memperingatkan bahwa gempuran yang sedang berlangsung di Gaza telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang sangat besar.

“Pembunuhan dan melukai anak-anak, penculikan anak-anak, penyerangan terhadap rumah sakit dan sekolah, serta penolakan akses kemanusiaan merupakan pelanggaran berat terhadap hak-hak anak,” kata Adele Khodr, Direktur Regional UNICEF untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, dikutip Al Arabiya, Rabu (25/10/2023).

“Rekaman anak-anak yang diselamatkan dari bawah reruntuhan, terluka dan berada dalam kesusahan, sambil gemetaran di rumah sakit saat mereka menunggu perawatan, menggambarkan kengerian luar biasa yang dialami anak-anak ini. Namun tanpa akses kemanusiaan, kematian akibat serangan bisa menjadi puncak gunung es,” kata Khodr.

“Jumlah korban jiwa akan meningkat secara eksponensial jika inkubator mulai tidak berfungsi, jika rumah sakit menjadi gelap, jika anak-anak terus meminum air yang tidak aman dan tidak memiliki akses terhadap obat-obatan ketika mereka sakit,” imbuhnya.

Serangan Israel Tewaskan Hampir 2 Ribu Anak di Gaza

Selain itu, seluruh penduduk Jalur Gaza, yang berjumlah hampir 2,3 juta orang, menghadapi kekurangan air yang parah dan mendesak, yang menimbulkan konsekuensi serius bagi anak-anak, kata UNICEF.

Menurut badan PBB tersebut, sebagian besar sistem air terkena dampak parah atau tidak dapat beroperasi karena kombinasi beberapa faktor, termasuk kekurangan bahan bakar dan kerusakan pada infrastruktur produksi, pengolahan, dan distribusi yang penting.

Saat ini, kapasitas produksi air hanya lima persen dari produksi harian biasanya.

“UNICEF mengimbau semua pihak untuk menyetujui gencatan senjata, mengizinkan akses kemanusiaan dan membebaskan semua sandera. Bahkan perang pun mempunyai aturan. Warga sipil harus dilindungi – khususnya anak-anak – dan segala upaya harus dilakukan untuk menyelamatkan mereka dalam segala situasi.”

Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan banyak orang yang terluka terbaring di tanah tanpa intervensi medis dasar, dan yang lainnya menunggu berhari-hari untuk dioperasi karena begitu banyak pasien kritis.

“Situasi di Jalur Gaza semakin menodai hati nurani kita. Tingkat kematian dan cedera pada anak-anak sungguh mencengangkan,” kata Khodr.

“Yang lebih menakutkan adalah kenyataan bahwa kecuali ketegangan mereda, dan kecuali bantuan kemanusiaan diperbolehkan, termasuk makanan, air, pasokan medis dan bahan bakar, jumlah korban jiwa setiap hari akan terus meningkat,” imbuhnya.

Serangan Israel Tewaskan Hampir 2 Ribu Anak di Gaza

Israel Belum Akan Mulai Serangan Darat ke Gaza

Israel belum juga melancarkan serangan darat ke Jalur Gaza, meskipun telah mengumumkan akan segera menyerang daerah kantong Palestina itu via darat untuk memusnahkan Hamas. Apa penyebab penundaan serangan darat Israel?

Seperti dilansir AFP, Rabu (25/10/2023), laporan media dan para pakar menilai invasi darat Israel yang tertunda itu disebabkan oleh beberapa faktor, mulai dari perpecahan politik-militer, kekhawatiran atas sandera, dan adanya tekanan internasional.

Sudah 18 hari berlalu sejak Israel diserang oleh Hamas, yang menguasai Gaza, hingga memicu banyak korban jiwa. Militer Israel tanpa henti menggempur Gaza untuk membalas Hamas.

Namun terlepas dari beberapa operasi darat yang relatif kecil, invasi darat yang banyak digembar-gemborkan belum juga terjadi hingga saat ini.

“Ada krisis kepercayaan antara (Perdana Menteri Israel) Benjamin Netanyahu dan IDF (Angkatan Bersenjata Israel),” kata penulis editorial Nahum Barnea dari surat kabar Israel, Yedioth Ahronoth, dalam laporannya.

“Pemerintah mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan yang disepakati semua pihak soal isu-isu utama,” sebutnya.

Dengan mengutip sejumlah sumber pemerintah dan militer Israel dalam laporannya, Barnea menyebut ‘Netanyahu marah pada jenderal-jenderal dan menyalahkan mereka atas apa yang terjadi’ terkait apa yang disebut oleh warga Israel sebagai ‘kegagalan 7 Oktober’, merujuk pada serangan mengejutkan Hamas.

Pada hari itu, Israel dikejutkan oleh Hamas yang mengerahkan ratusan militan bersenjata menyerbu wilayah Israel bagian selatan dan menembakkan ribuan roket dari Jalur Gaza. Laporan para pejabat Israel menyebut lebih dari 1.400 orang tewas akibat serangan Hamas tersebut.

Serangan Israel Tewaskan Hampir 2 Ribu Anak di Gaza

Serangan Hamas yang tercatat sebagai serangan terburuk dalam sejarah Israel itu, memicu serangan udara besar-besaran terhadap Jalur Gaza.

Laporan otoritas kesehatan Palestina menyebut sedikitnya 5.791 orang tewas akibat serangan udara Israel selama lebih dari dua pekan terakhir.

Kebulatan suara disebut telah menyatukan kalangan sayap kiri dan sayap kanan arus utama dalam politik Israel.

“Perselisihan mengenai operasi ini menciptakan ketegangan, khususnya antara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant,” tulis kolumnis Amos Harel pada harian Haaretz, yang beraliran sayap kiri, pada Selasa (24/10) waktu setempat.

Radio pemerintah Israel menekankan adanya ‘perbedaan pendapat antara Perdana Menteri dan para pejabat senior di militer’ dan adanya aksi saling tuduh karena gagal mencegah serangan Hamas.

Seorang spesialis intelijen pada lembaga think-tank Institut Internasional untuk Kontra-Terorisme (ICT) Israel, Patrick Bettane, mengonfirmasi adanya ‘ketidaksepakatan mengenai serangan darat’.

“Namun fakta bahwa ada sandera yang ditahan di Jalur Gaza membuat segalanya menjadi rumit. Israel sedang menunggu untuk melihat bagaimana masalah ini bisa diselesaikan sebelum mengambil tindakan,” sebut Bettane.

Anggota keluarga dari orang-orang yang disandera Hamas dan dibawa ke Jalur Gaza menggelar unjuk rasa setiap hari di luar rumah Menhan Israel di Tel Aviv.

Terlepas dari berbagai spekulasi yang ada, panglima militer Israel Herzi Halevi menegaskan tujuan untuk sepenuhnya memusnahkan Hamas dan para pemimpinnya.

“Kami bersiap dengan baik untuk operasi darat di wilayah selatan,” ucapnya kepada tentara Israel, menurut pernyataan yang dirilis juru bicara militer Israel.

Namun terlepas dari itu, analis politik Daniel Bensimon menyinggung soal adanya tekanan internasional agar Israel tidak melancarkan invasi darat ke Jalur Gaza.

“Ketidaksepakatan atau bukan, faktanya Amerika dan Eropa datang ke Israel untuk memberikan kata-kata manis dengan tujuan mencegah serangan darat,” ujarnya.

Serangan Israel Tewaskan Hampir 2 Ribu Anak di Gaza

Israel Tutup Akses Masjid Al-Aqsa

Kepolisian Israel menutup Masjid Al-Aqsa yang ada di Yerusalem, yang mencegah umat Muslim masuk ke dalam kompleks suci tersebut. Langkah ini dilakukan saat perang terus berkecamuk antara Israel dan Hamas di wilayah Jalur Gaza.

Seperti dilaporkan kantor berita Palestina, WAFA dan dilansir Al Arabiya, Rabu (25/10/2023), Wakaf Islam, organisasi Islam yang ditunjuk Yordania untuk mengelola kompleks suci itu, mengatakan bahwa Kepolisian Israel secara tiba-tiba menutup semua gerbang menuju kompleks suci itu dan melarang umat Muslim masuk, namun mengizinkan umat Yahudi untuk berdoa di sana.

Laporan WAFA menyebut langkah terbaru Kepolisian Israel itu jelas melanggar status quo yang selama ini berlaku untuk kompleks Masjid Al-Aqsa.

Berdasarkan status quo yang mengatur kompleks suci tersebut, warga non-Muslim bisa berkunjung ke kompleks Masjid Al-Aqsa, namun hanya warga Muslim yang boleh beribadah di sana.

Beberapa pengunjung Yahudi sering nekat berdoa di sana meskipun ada larangan yang berlaku.

Menurut aturan hukum Yahudi, masuk ke bagian mana pun dari kompleks Masjid Al-Aqsa, yang disebut Temple Mount oleh umat Yahudi, dilarang bagi orang Yahudi karena sifat suci dari situs tersebut.

Otoritas Israel membatasi akses masuk ke dalam Masjid Al-Aqsa sejak Selasa (24/10) dini hari. Menurut laporan WAFA, Israel awalnya mengizinkan warga lanjut usia (lansia) untuk masuk ke kompleks suci tersebut, sebelum akhirnya melarang semua jemaah Muslim untuk masuk.

Langkah yang tidak biasa, namun bukan jarang dilakukan oleh Israel ini, terjadi ketika ketegangan meningkat akibat perang yang terus berlangsung antara Israel dan Hamas.

Serangan Israel Tewaskan Hampir 2 Ribu Anak di Gaza

Israel menyatakan perang terhadap Hamas yang menguasai Jalur Gaza pada awal bulan ini, setelah Hamas mengerahkan ratusan militan bersenjata menyerbu wilayah Israel bagian selatan pada 7 Oktober lalu, dalam serangan mengejutkan yang dilaporkan menewaskan lebih dari 1.400 orang.

Hamas juga menyandera lebih dari 220 orang yang dibawa dari Israel ke Jalur Gaza.

Israel melancarkan serangan udara besar-besaran terhadap Jalur Gaza untuk membalas serangan Hamas itu, dengan laporan otoritas kesehatan Palestina menyebut sedikitnya 5.791 orang tewas akibat serangan udara Israel selama lebih dari dua pekan terakhir. Jumlah korban tewas itu mencakup 2.360 anak-anak.

Disebutkan juga oleh otoritas kesehatan Palestina bahwa sebanyak 704 orang tewas dalam 24 jam terakhir di Jalur Gaza.

Kompleks Masjid Al-Aqsa merupakan situs tersuci ketiga dalam Islam dan situs paling suci dalam ajaran Yahudi. Kompleks suci itu sering menjadi titik konflik antara Israel dan Palestina.

Awal bulan ini, menurut laporan mengutip Departemen Wakaf Islam, ratusan warga Israel memaksa masuk ke dalam kompleks Masjid Al-Aqsa untuk memperingati hari kelima Sukkot, hari libur Yahudi selama sepekan.

Negara-negara di kawasan Timur Tengah, termasuk Mesir, Yaman, Yordania dan negara-negara Teluk secara rutin mengecam aksi para ekstremis Israel di dalam kompleks Masjid Al-Aqsa.

Serangan Israel Tewaskan Hampir 2 Ribu Anak di Gaza

Israel Desak Sekjen PBB Mundur Imbas Komentar Soal Hamas

Duta Besar Israel untuk PBB, Gilad Erdan, mendesak agar Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengundurkan diri.

Ia menuduh Guterres telah “menyatakan pemahaman” atas “terorisme dan pembunuhan” yang dilakukan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober lalu.

Tuduhan Erdan itu merujuk pada komentar Guterres di Dewan Keamanan PBB pada Selasa (24/10) pagi waktu setempat.

Dalam kesempatan itu, Guterres menyerukan untuk segera dilakukan gencatan senjata seraya megecam bahwa “pelanggaran nyata terhadap hukum kemanusiaan internasional” terjadi di Gaza.

Menurut Guterres, warga Palestina telah menjadi sasaran pendudukan selama beberapa dekade.

“Penting juga untuk menyadari bahwa ada alasan mengapa serangan Hamas terjadi,” ujar Guterres.

Hamas dianggap sebagai organisasi teroris oleh Israel dan Amerika Serikat, serta oleh Jerman dan Uni Eropa.

“Tak layak pimpin PBB”

Melalui platfrom media sosial X (sebelumnya Twitter), Erdan mengatakan bahwa komentar Guterres menunjukkan bahwa dia “tidak layak untuk memimpin PBB.”

“Saya menyerukan agar dia segera mengundurkan diri,” tulis Erdan.

“Tidak ada gunanya berbicara dengan mereka yang menunjukkan belas kasihan atas kekejaman paling mengerikan terhadap warga Israel dan orang-orang Yahudi,” tambahnya

Pernyataan Sekjen PBB tersebut juga membuat marah Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen.

“Tuan Sekretaris Jenderal, Anda tinggal di dunia apa?” kata Cohen. “Jelas, ini bukan dunia kita,” tambahnya.

Cohen pun membatalkan rencana pertemuannya dengan Guterres.

“Saya tidak akan bertemu dengan Sekretaris Jenderal PBB. Setelah 7 Oktober, tidak ada ruang untuk pendekatan yang seimbang. Hamas harus dimusnahkan dari muka Bumi,” tulis Cohen di media sosial.

Menurut data Israel, serangan Hamas pada 7 Oktober yang menyasar warga sipil termasuk keluarga dan festival musik, telah membunuh sedikitnya 1.400 orang dan menyandera lebih dari 220 orang.

Sementara menurut perkiraan yang dirilis Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas, lebih dari 5.700 warga Palestina, yang sebagian besar warga sipil, terbunuh di Jalur Gaza akibat serangan balasan dari Israel.

Serangan Israel Tewaskan Hampir 2 Ribu Anak di Gaza

Jaringan Terowongan Bawah Tanah Hamas di Jalur Gaza

Terowongan yang dibangun oleh kelompok militan Hamas kemungkinan akan menjadi salah satu tantangan terbesar bagi militer Israel jika mereka memutuskan untuk melancarkan invasi darat ke Jalur Gaza.

“Skala tantangan di Gaza, di mana ratusan mil terowongan saling bersilangan di bawah tanah di daerah kantong tersebut, sangatlah unik,” tulis John Spencer, ketua studi peperangan perkotaan di Modern War Institute, bagian dari Akademi Militer Amerika Serikat, West Point, dalam sebuah artikel minggu ini.

“Kompleks bawah tanah yang luas ini adalah masalah besar, yang belum ada solusi sempurnanya, dan menunggu pasukan darat Israel.”

Jaringan yang terdiri dari sekitar 1.300 terowongan diperkirakan memiliki panjang sekitar 500 kilometer, dengan beberapa terowongan sedalam 70 meter di bawah tanah.

Beberapa laporan menunjukkan bahwa sebagian besar terowongan hanya memiliki tinggi dua meter dan lebar dua meter.

Para ahli mengatakan kemungkinan besar di sinilah tempat 200 atau lebih sandera yang diculik Hamas pada serangan teror terhadap Israel 7 Oktober lalu.

Di dalam terowongan juga akan terdapat timbunan senjata, makanan, air, generator, bahan bakar dan peralatan lainnya.

Serangan Israel Tewaskan Hampir 2 Ribu Anak di Gaza

Menemukan terowongan Hamas

Awalnya, terowongan bawah tanah di kawasan ini digunakan untuk menyelundupkan barang antara Gaza dan Mesir, lalu Gaza dan Israel.

Seiring waktu, karena meningkatnya pengawasan Israel dengan drone dan peralatan mata-mata elektronik lainnya di Gaza, Hamas mulai menginvestasikan tenaga dan uang untuk memperluas jaringan terowongan.

Namun baru pada operasi militer tahun 2014 di Gaza, tentara Israel mengetahui luas terowongan Hamas yang sebenarnya.

Setelah itu, pemerintah Israel mulai membangun penghalang di sepanjang perbatasan Gaza yang membentang di bawah tanah untuk mencegah terowongan mengakses sisi Israel.

Tidak mudah untuk menemukan terowongan-terowongan itu, yang mungkin berada di bawah segala jenis bangunan.

Namun ada berbagai cara untuk melakukannya, termasuk menggunakan radar dan teknik deteksi lainnya, yang mengukur pola termal, tanda magnetik, dan akustik.

Para ahli mengatakan terowongan tersebut akan semakin memperumit skenario pertempuran yang sudah rumit dan sulit.

“Terowongan ini memungkinkan anggota kelompok militan untuk bergerak di antara serangkaian posisi pertempuran dengan aman dan bebas,” jelas Spencer.

“Singkatnya, terowongan ini merupakan penyeimbang yang hebat, menetralisir keunggulan Israel dalam persenjataan, taktik, teknologi dan organisasi.”

Serangan Israel Tewaskan Hampir 2 Ribu Anak di Gaza

Pertempuran yang sulit dan panjang dengan banyak korban

“Di masa lalu, gas air mata atau bahan kimia telah digunakan untuk membersihkan terowongan”, kata salah satu pakar terkemuka di bidang ini, Daphne Richemond-Barak, dalam bukunya, “Underground Warfare”. Namun hal ini “kemungkinan besar saat ini akan dianggap melanggar hukum (internasional) saat ini,” tulisnya.

Sejak 2014, militer Israel telah mengerahkan unit khusus untuk berperang di terowongan.

Unit-unit semacam itu sering berlatih dalam lingkungan simulasi realitas fisik atau virtual di Israel.

Unit khusus tersebut mencakup tentara yang dilatih menggunakan sensor khusus untuk mengetahui apa yang terjadi di terowongan, serta tentara lain yang bertempur di bawah tanah.

Unit-unit ini juga dibantu oleh robot serta anjing terlatih saat mengakses terowongan.

John Spencer, yang juga salah satu pendiri Kelompok Kerja Internasional untuk Perang Bawah Tanah, menyatakan bahwa dia belum pernah melihat kekuatan militer lain melakukan pekerjaan persiapan perang terowongan sebanyak yang dilakukan tentara Israel.

Namun Daphne Richemond-Barak dalam sebuah artikel untuk harian Inggris, Financial Times, bulan ini menjelaskan: “Israel perlu melakukan operasi udara dan darat yang berkepanjangan dan ekstensif untuk merusak infrastruktur bawah tanah ini,”.

Tentara Israel bisa saja membanjiri atau menghancurkan dan menutup terowongan, namun hal ini akan sangat sulit, terutama jika terjadi serangan di wilayah perkotaan, dan hal ini dapat memakan waktu berbulan-bulan.

“Bahkan dalam skenario seperti itu – yang akan menimbulkan korban jiwa yang tidak terpikirkan – kecil kemungkinannya bahwa keseluruhan jaringan terowongan Gaza akan hancur,” tulisnya.

Serangan Israel Tewaskan Hampir 2 Ribu Anak di Gaza

Share: