Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

GIPI Ajukan Pajak Hiburan 40-75 Persen Segera Dicabut

GIPI Ajukan Pajak Hiburan 40-75 Persen Segera Dicabut – GIPI telah ajukan pencabutan kebijakan pajak hiburan 40 hingga 75 persen untuk layanan hiburan ke Mahkamah Konstitusi pada 7 Februari 2024 pukul 13.56 WIB.

GIPI Ajukan Pajak Hiburan 40-75 Persen Segera Dicabut
Gugat Aturan Pajak Hiburan 40-75 Persen ke MK

GIPI Ajukan Pajak Hiburan 40-75 Persen Segera Dicabut

Menurut Nia Niscaya, Ahli Utama Adyatama di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kemenparekraf mendukung langkah tersebut dan sejalan dengan PHRI serta GIPI.

Dia menyatakan bahwa proses tersebut sedang berlangsung dan menegaskan bahwa Kemenparekraf bergerak dalam arah yang sama dengan GIPI dan PHRI.

Dokumen nomor 23/PAN.ONLINE/2024 mencatat tanda terima pengajuan permohonan tersebut, sedangkan dokumen nomor 23-1/PUU/PAN.MK/IAP3 mencatat tanda terima penyerahan dokumen tersebut.

GIPI menyampaikan harapannya kepada Mahkamah Konstitusi agar mencabut Pasal 58 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022.

Mereka berharap agar penetapan Tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk Jasa Kesenian dan Hiburan adalah sama, yaitu antara 0 hingga 10 persen.

Pernyataan ini disampaikan oleh GIPI melalui Surat Edaran DPP mereka tentang Pajak Hiburan nomor 091/DPP GIPI/II/02/2024 yang diterbitkan pada 12 Februari 2024.

Pasal 58 Ayat (2) dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 menetapkan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) khusus untuk layanan hiburan di tempat-tempat seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.

Rentang tarif yang ditetapkan berkisar antara 40 persen hingga 75 persen. GIPI, sebagai perwakilan industri pariwisata Indonesia, mengajukan permohonan pencabutan Pasal 58 Ayat (2) ini ke Mahkamah Konstitusi.

Pencabutan Pasal 58 Ayat (2) diharapkan akan menghapuskan diskriminasi dalam penetapan besaran pajak untuk usaha Jasa Kesenian dan Hiburan.

GIPI mengkomunikasikan bahwa selama proses hukum berlangsung di Mahkamah Konstitusi, pengusaha di sektor hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa diminta untuk tetap membayar pajak hiburan dengan tarif yang berlaku sebelumnya.

Langkah ini diambil untuk menjaga kontinuitas operasional bisnis mereka di tengah proses hukum yang sedang berlangsung.

Kenaikan tarif pajak yang mungkin diakibatkan oleh Pasal 58 Ayat (2) dapat berpotensi mengurangi jumlah konsumen yang memengaruhi keseimbangan ekonomi industri hiburan tersebut.

Oleh karena itu, GIPI berupaya untuk menjaga kestabilan bisnis dan kesejahteraan para pelaku industri hiburan selama proses hukum berlangsung.

GIPI Ajukan Pajak Hiburan 40-75 Persen Segera Dicabut
GIPI Resmi Imbau Pengusaha Hiburan Bayar Pajak dengan Tarif Lama

GIPI Resmi Imbau Pengusaha Hiburan Bayar Pajak dengan Tarif Lama, Minta Pemda Tunggu Putusan MK

Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) secara resmi mengeluarkan imbauan kepada pengusaha di sektor hiburan, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa, untuk tetap menggunakan tarif pajak hiburan yang lama. Imbauan ini diumumkan melalui Surat Edaran pada Senin, 12 Februari 2024.

“DPP GIPI menyampaikan sikap bahwa selama menunggu putusan uji materil di Mahkamah Konstitusi, maka pengusaha jasa hiburan (diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa) membayar pajak hiburan dengan tarif lama,” demikian disampaikan DPP GIPI, yang dipimpin oleh pengusaha Haryadi Sukamdani, dalam surat edaran resminya.

Keputusan ini diambil sebagai langkah untuk menjaga kontinuitas bisnis di sektor tersebut, mengingat tarif baru yang diberlakukan dianggap memberikan dampak negatif pada operasional mereka.

GIPI sebelumnya telah mengajukan permohonan uji materil terhadap Pasal 58 Ayat (2) dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah ke Mahkamah Konstitusi pada Rabu, 7 Februari 2024.

Pasal ini menetapkan tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan, seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa, dengan rentang tarif antara 40 persen hingga 75 persen.

GIPI berharap agar Mahkamah Konstitusi mencabut Pasal 58 Ayat (2), dan menyetarakan tarif PBJT untuk jasa hiburan menjadi antara 0 hingga 10 persen, menganggap pasal tersebut sebagai bentuk diskriminasi terhadap pajak usaha jasa kesenian dan hiburan.

Beberapa pemerintah daerah, seperti DKI Jakarta dan Badung, Bali, telah menetapkan tarif pajak baru untuk diskotek hingga mencapai 40 persen, yang kemudian menimbulkan kontroversi.

Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, serta Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, merekomendasikan agar pemerintah daerah memberikan insentif fiskal guna meringankan beban pajak hiburan tertentu.

Sambil menunggu hasil uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sandiaga juga mengajak Pemda untuk bersikap hati-hati dalam menerapkan tarif pajak hiburan yang baru.

GIPI Ajukan Pajak Hiburan 40-75 Persen Segera Dicabut
Negara Mau Matikan Usaha Hiburan
Share: