Korban Tewas Israel di Gaza Jadi 28 Ribu Jiwa Termasuk 12 Ribu Anak – Berita mengenai serangan terus-menerus Israel terhadap Gaza, Palestina, telah menimbulkan keprihatinan mendalam di seluruh dunia.
Dalam 24 jam terakhir, serangan Israel dilaporkan telah menewaskan 83 orang, meningkatkan total korban tewas serangan israel sejak 7 Oktober 2023 menjadi 28.858 orang.
Korban Tewas Israel di Gaza Jadi 28 Ribu Jiwa Termasuk 12 Ribu Anak
Kantor Media Pemerintah Gaza menyatakan bahwa dari jumlah korban tewas tersebut, 12.660 anak-anak dan 8.570 wanita telah menjadi korban dalam serangan Israel di Jalur Gaza sejak 7 Oktober.
Otoritas kesehatan Palestina juga mencatat bahwa serangan Israel telah melukai 68.677 orang.
Kementerian Gaza menambahkan bahwa pendudukan Israel melakukan sembilan pembantaian terhadap keluarga di Jalur Gaza dalam 24 jam terakhir, menyebabkan 83 orang meninggal dan 125 lainnya terluka.
Situasi semakin mengkhawatirkan karena banyak orang masih terperangkap di bawah reruntuhan dan di jalan, dengan tim penyelamat kesulitan untuk menjangkaunya.
Dengan eskalasi kekerasan yang terus berlangsung, keadaan kemanusiaan di Gaza semakin memburuk, menuntut tanggapan darurat dan tindakan yang tegas dari komunitas internasional untuk mengakhiri konflik ini dan mencegah lebih banyak kerugian jiwa dan penderitaan.
Dalam serangan Israel terbaru di Gaza, Palestina, dilaporkan bahwa dalam 24 jam terakhir, 83 orang tewas, meningkatkan jumlah korban tewas sejak 7 Oktober 2023 menjadi 28.858 orang.
Kantor Media Pemerintah Gaza mengungkapkan bahwa 12.660 anak-anak dan 8.570 wanita telah menjadi korban serangan Israel di Jalur Gaza.
Otoritas kesehatan Palestina juga mencatat bahwa serangan Israel telah melukai 68.677 orang.
Dalam pernyataannya, kementerian itu menyebutkan bahwa selama 24 jam terakhir, Israel melakukan sembilan pembantaian terhadap keluarga di Jalur Gaza, menyebabkan 83 orang tewas dan 125 orang terluka.
Banyak orang dilaporkan tertimbun di bawah reruntuhan, sulit dijangkau oleh tim penyelamat.
Pemboman Israel juga mengakibatkan kerusakan besar, dengan 70.000 rumah hancur dan 290.000 rumah lainnya rusak. Korbannya tidak hanya warga sipil, tetapi juga petugas layanan kesehatan, pertahanan sipil, dan jurnalis.
Sekitar 340 petugas layanan kesehatan dan 46 petugas pertahanan sipil dilaporkan tewas dalam serangan, sedangkan sekitar 130 jurnalis tewas di daerah tersebut.
Menyusul perang di Gaza, PBB menyatakan bahwa 85% penduduk wilayah tersebut mengungsi, sementara 60% infrastrukturnya rusak atau hancur.
Komunitas internasional mengecam Israel, menuduhnya melakukan genosida di Gaza. Keputusan sementara Mahkamah Internasional pada Januari 2024 memerintahkan Israel untuk menghentikan tindakan genosida dan memberikan bantuan kemanusiaan kepada warga sipil di Gaza.
Serangan Israel terjadi setelah Hamas melakukan serangan dadakan pada 7 Oktober 2023, yang menewaskan sekitar 1.200 orang dan menyandera ratusan lainnya.
Konflik di kawasan tersebut semakin memburuk, meninggalkan dampak kemanusiaan yang sangat serius.
Genosida Pasukan Israel di Palestina Berlanjut ke Rafah
Serangan Israel di kota Rafah, Gaza selatan, merupakan kelanjutan dari tindakan “genosida dan pemindahan massal” yang dilakukan oleh pasukan Zionis.
Sejak Senin (12/2) lalu, Israel telah memulai serangan intensif terhadap Kota Rafah di Gaza selatan. Serangan udara dan darat diluncurkan atas perintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Yang mengakibatkan tewasnya ratusan warga sipil, termasuk anak-anak dan perempuan, seperti yang dilaporkan oleh otoritas kesehatan setempat.
Menurut laporan Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS), Rafah menjadi sasaran serangan udara Israel di pusat kota, yang menghantam rumah-rumah warga di sekitar kantor pusat PRCS.
Direktur Rumah Sakit Kuwait di Kota Rafah, Suhaib Al-Hams, mengakui bahwa pihak rumah sakit kesulitan menangani pasien yang terluka parah dan mengalami kekurangan obat dan pasokan.
Berdasarkan informasi dari sumber lokal, pesawat tempur Israel telah meluncurkan sekitar 40 serangan udara, menyerang sejumlah rumah dan masjid yang menjadi tempat tinggal para pengungsi.
Penembakan artileri yang intensif dan pemboman melalui jalur laut juga terjadi di Rafah.
Beberapa masjid yang menjadi sasaran pasukan Israel antara lain Masjid Al-Rahma di Shaboura dan Al-Huda di kamp pengungsi Yibna.
Yang keduanya menjadi tempat tinggal bagi ratusan keluarga pengungsi dan lebih dari 14 rumah berpenghuni. Serangan udara Israel juga meluas ke wilayah di dekat perbatasan dengan Mesir.
Diperkirakan sekitar 1,4 juta warga dan pengungsi saat ini berada di Rafah setelah pasukan pendudukan Israel memaksa ratusan ribu warga Palestina mengungsi dari Gaza utara ke selatan pada awal agresi.
Total korban tewas akibat serangan militer Israel telah mencapai lebih dari 28 ribu jiwa.
Serangan Israel di kota Rafah, Gaza selatan, telah memicu reaksi keras dan kecaman luas di seluruh dunia. Sejak dimulainya pada Senin (12/2) lalu, serangan tersebut telah menimbulkan kekhawatiran serius atas nasib warga sipil yang terdampak.
Instruksi yang dikeluarkan oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memicu serangan udara dan darat yang mengakibatkan korban jiwa, termasuk anak-anak dan perempuan, seperti yang di laporkan oleh otoritas kesehatan setempat.
Bulan Sabit Merah Palestina (PRCS) menyatakan keprihatinan atas serangan yang menyasar pusat kota Rafah dan rumah-rumah warga di sekitarnya, yang juga menimpa fasilitas kesehatan.
Situasi semakin memburuk dengan keterbatasan obat dan persediaan di rumah sakit setempat, menurut laporan Direktur Rumah Sakit Kuwait di Rafah, Suhaib Al-Hams.
Rafah, yang saat ini menjadi tempat tinggal sekitar 1,4 juta warga dan pengungsi, mengalami krisis kemanusiaan yang mendalam akibat eskalasi kekerasan.
Respons internasional terhadap serangan ini sangat keras, dengan banyak negara dan organisasi internasional mengecam tindakan Israel dan menyerukan penghentian segera terhadap kekerasan di Gaza.
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi menyatakan pentingnya gencatan senjata di Gaza dan perlunya ketenangan di Tepi Barat untuk memulai kembali perundingan damai antara Israel dan Palestina.
Dia menekankan urgensi situasi ini demi mencapai tujuan akhir berupa negara Palestina yang merdeka.
Pernyataan ini mencerminkan keprihatinan serius terhadap eskalasi kekerasan di wilayah tersebut, sebagaimana dilaporkan oleh Aljazirah.
Di sisi lain, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyatakan tekad Turki untuk meningkatkan dialog dengan Mesir di semua tingkatan guna mencapai perdamaian dan stabilitas di kawasan.
Erdogan menegaskan kesiapannya untuk bekerja sama dan bersolidaritas dengan Mesir dalam upaya mengakhiri pertumpahan darah di Gaza.
Sementara itu, Afrika Selatan (Afsel) mengambil langkah konkret dengan mengajukan permohonan kepada Mahkamah Internasional (ICJ) untuk mempertimbangkan tindakan darurat tambahan terkait serangan Israel ke Rafah.
Permohonan ini, yang diajukan pada Senin, menyoroti keprihatinan Afsel atas dampak serangan tersebut, yang telah menyebabkan korban jiwa, kerusakan, dan kehancuran yang luas.
Kantor Kepresidenan Afsel menegaskan bahwa serangan ini merupakan pelanggaran serius terhadap Konvensi Genosida dan Perintah Pengadilan.
Pada 26 Januari 2024, panel hakim Mahkamah Internasional (ICJ) membacakan putusan pendahuluan mengenai dugaan genosida yang dilakukan Israel di Gaza.
Afrika Selatan (Afsel) adalah pihak yang mengajukan kasus ini ke ICJ. Meskipun ICJ menyatakan bahwa klaim Afsel tentang genosida yang dilakukan Israel di Gaza dapat diterima, pengadilan tidak mengeluarkan perintah gencatan senjata seperti yang banyak pihak harapkan.
Dalam putusannya, ICJ memerintahkan Israel untuk mengambil semua langkah yang diperlukan sesuai kewenangannya guna mencegah tindakan genosida di Gaza.
Pengadilan juga mengakui hak warga Palestina untuk dilindungi dari tindakan genosida. Meski begitu, putusan pendahuluan ICJ tidak memberikan kepastian apakah Israel benar-benar melakukan genosida seperti yang dituduhkan oleh Afsel.
Presiden ICJ, Hakim Joan Donahue, menekankan bahwa pengadilan mengkhawatirkan situasi bencana di Gaza dapat memburuk lebih lanjut ketika ICJ mengeluarkan putusan akhirnya.
ICJ menolak memberikan keterangan apakah mereka telah menerima permintaan tambahan dari Afsel terkait serangan terbaru Israel di Rafah, Gaza selatan.