Diawasi Ketat Er0pa, AI Disambut Baik ASEAN – Sejumlah negara yang terhimpun dalam ASEAN disebut menyambut baik penggunaan kecerdasan pintar atau artificial intelligence (AI) dengan pertimbangan bisnis.
Diawasi Ketat Er0pa, AI Disambut Baik ASEAN
Hal ini disebut berbanding terbalik dengan kebijakan Uni Eropa (EU) yang mendorong peraturan global yang ketat terhadap AI.
Informasi mengenai hal tersebut awalnya diungkap oleh Reuters. Media asal Inggris tersebut mengaku memperoleh confidential draft atau berkas rahasia tentang “Panduan Etika dan Tata Kelola AI” yang isinya tidak pernah dipublikasikan.
Tiga sumber anonim mengatakan kepada Reuters, bahwa berkas rahasia tersebut sedang diedarkan ke sejumlah perusahaan teknologi.
Berbagai perusahaan diharap memberi masukan untuk merampungkan berkas tersebut pada Pertemuan Menteri Digital ASEAN pada Januari 2024.
“Sejumlah perusahaan yang sudah mendapatkan berkas rahasia itu adalah Meta (META.O), IBM (IBM.N), dan Google (GOOGL.O),” tulis Reuters. Namun, berbagai perusahaan itu tidak merespon permintaan komentar oleh Reuters.
Berbeda dengan peraturan AI yang didorong Uni Eropa (UA), berkas “panduan AI” milik ASEAN itu meminta berbagai raksasa teknologi global untuk mempertimbangkan perbedaan budaya sebagai pertimbangan penting dan tidak menetapkan kategori “risiko yang tidak dapat diterima”.
Kebijakan tersebut bersifat sukarela dan diharapkan menjadi panduan berbagai negara ASEAN untuk merancang regulasi terhadap AI.
Padahal pada awal 2023, sejumlah pejabat UE dikabarkan mengunjungi berbagai negara Asia.
Mereka mengajak negara Asia untuk mengikuti jejak UE untuk mengadopsi aturan yang ketat terhadap AI.
Para pejabat UE pada awal tahun ini mengunjungi negara-negara Asia dalam upaya meyakinkan pemerintah di kawasan tersebut agar mengikuti jejaknya dalam mengadopsi aturan AI baru bagi perusahaan teknologi. (Khususnya) yang mencakup pengungkapan konten berhak cipta dan konten yang dihasilkan AI.
Sejumlah petinggi perusahaan teknologi pun menilai ASEAN menggunakan pendekatan yang ramah terhadap dunia bisnis dalam menyikapi AI.
Hal ini diduga terjadi karena sejumlah peraturan digital di berbagai negara ASEAN sudah rumit.
Contohnya seperti Thailand yang melarang warga negaranya untuk mengkritik Raja Thailand.
Berbagai peraturan yang berbeda-beda mengenai sensor, misinformasi, konten publik, dan ujaran kebencian dinilai berpengaruh besar terhadap perkembangan regulasi AI yang ketat di kawasan ASEAN.
Alhasil, pendekatan bisnis dinilai lebih cocok untuk mengembangkan inovasi regulasi AI.
Menurut Wakil Presiden Urusan Pemerintah The International Business Machines Corporation (IBM) Asia, Stephen Braim, hal tersebut selaras dengan pedoman sukarela AI yang dikembangkan oleh Institut Standar dan Teknologi Nasional Perdagangan (AI NIST) Departemen Luar Negeri AS.
“Kami senang melihat panduan ini selaras dengan kerangka kerja AI terkemuka lainnya, seperti Kerangka Manajemen Risiko AI NIST Amerika Serikat,” ucapnya.
Apa Isi Berkas Rahasia Itu?
Menurut Reuters, kisi-kisi konten dalam “Panduan Etika dan Tata Kelola AI” ASEAN tersebut mendorong negara-negara di Asia Tenggara untuk membantu perusahaan raksasa digital untuk melakukan penelitian serta mengembangkan dan membentuk kelompok kerja menteri digital ASEAN untuk implementasi AI.
Panduan tersebut menyarankan perusahaan-perusahaan untuk menerapkan struktur penilaian risiko dan pelatihan tata kelola AI. Namun untuk hal-hal spesifik, diserahkan kepada perusahaan dan regulator lokal.
Panduan memang memperingatkan sejumlah risiko penggunaan AI seperti misinformasi, teknologi ‘deepfake’ dan peniruan identitas.
“Namun tanggung jawabnya diserahkan kepada masing-masing negara untuk mencari cara terbaik meresponnya,” jelas Reuters.
Tiga pejabat senior di negara ASEAN pun mengatakan, berbagai negara ASEAN optimis terhadap potensi pengembangan AI di Asia Tenggara.
Oleh sebab itu, mereka menilai Uni Eropa terlalu cepat mendorong peraturan ketat sebelum sebelum dampak buruk dan manfaat teknologi tersebut dipahami seutuhnya.
“Kami melihatnya (pedoman) sebagai ‘pagar pembatas’ agar AI lebih aman. Tapi, kami juga menginginkan inovasi,” ucap seorang sumber yang identitasnya tidak disebutkan kepada Reuters.
Meskipun ASEAN tidak berwenang mendorong negara-negara anggota untuk merancang undang-undang, keputusan di level forum kawasan tersebut akan menjadi acuan bagi berbagai negara ASEAN untuk menentukan kebijakan.
Saat ini, sejumlah negara di kawasan Asia selain ASEAN pun diketahui menunjukkan pendekatan serupa yang lebih leluasa untuk AI.
Dua di antaranya adalah Jepang dan Korea Selatan. Hal ini pun bertentangan dengan ambisi Uni Eropa yang mendorong aturan global ketat terhadap AI dengan alasan hak-hak sipil dan keamanan.
Uni Eropa Siapkan Regulasi Ketat Baru untuk Model AI Besar, Apakah Startup Terancam?
Menurut laporan terbaru, Uni Eropa sedang mempertimbangkan pengetatan regulasi untuk model AI (Artificial Intelligence) berskala besar seperti OpenAI’s ChatGPT-4. Langkah ini merupakan bagian dari rencana penerapan AI Act yang akan datang.
Regulasi Baru untuk Model AI Besar
Perwakilan Uni Eropa dikabarkan sedang merundingkan rencana untuk regulasi tambahan pada sistem AI terbesar.
Menurut laporan dari Bloomberg, Komisi Eropa, Parlemen Eropa, dan berbagai negara anggota EU sedang membahas efek potensial dari model bahasa besar (LLMs), termasuk Meta’s Llama 2 dan OpenAI’s ChatGPT-4.
Mereka juga membahas kemungkinan pengetatan regulasi tambahan yang akan diberlakukan pada model-model tersebut sebagai bagian dari AI Act yang akan datang.
Sumber yang dekat dengan masalah ini mengatakan bahwa tujuan utama bukanlah untuk membebani startup baru dengan terlalu banyak regulasi, tetapi untuk menjaga model-model besar agar tetap terkendali.
Meski demikian, kesepakatan yang dicapai oleh para perunding masih dalam tahap awal.
AI Act dan Dampaknya bagi Startup
AI Act dan regulasi baru yang diusulkan untuk LLMs akan menjadi pendekatan yang mirip dengan Digital Services Act (DSA) EU. Baru-baru ini, pembuat undang-undang EU telah menerapkan DSA, membuat platform dan situs web memiliki standar untuk melindungi data pengguna dan memindai aktivitas ilegal.
Namun, platform terbesar di web tunduk pada kontrol yang lebih ketat. Perusahaan dalam kategori ini, seperti Alphabet dan Meta, memiliki waktu hingga 28 Agustus untuk memperbarui praktik layanan mereka agar sesuai dengan standar EU baru.
AI Act EU diharapkan menjadi salah satu aturan wajib pertama untuk AI yang diberlakukan oleh pemerintah Barat.
China Sudah Lebih Dulu Menerapkan Regulasi AI
China telah lebih dulu menerapkan serangkaian regulasi AI mereka sendiri, yang mulai berlaku pada Agustus 2023.
Di bawah regulasi AI EU, perusahaan yang mengembangkan dan menerapkan sistem AI akan perlu melakukan penilaian risiko, memberi label pada konten yang dihasilkan AI, dan dilarang total menggunakan pengawasan biometrik, di antara langkah-langkah lainnya.
Namun, peraturan tersebut belum diberlakukan, dan negara anggota masih memiliki kemampuan untuk tidak setuju dengan setiap proposal yang diajukan oleh parlemen.
Dengan adanya regulasi baru ini, pertanyaan besar yang muncul adalah bagaimana dampaknya bagi startup baru di bidang AI. Apakah mereka akan terbebani dengan regulasi baru ini atau justru akan mendapatkan peluang baru?.