6 Cara Mudah Deteksi Kanker Payudara dengan SADARI – Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang paling mematikan. Bahkan, kanker payudara merupakan penyebab kematian tertinggi di kalangan wanita.
6 Cara Mudah Deteksi Kanker Payudara dengan SADARI
Kanker payudara menempati urutan pertama terkait jumlah kanker terbanyak di Indonesia serta menjadi salah satu penyumbang kematian pertama akibat kanker.
Jumlah kasus baru kanker payudara mencapai 68.858 kasus atau 16,6 persen dari total 396.914 kasus baru kanker di Indonesia.
Oleh karena itu, penting untuk melakukan deteksi dini guna mencegah risiko kanker payudara berkembang dan menjadi tak terobati.
Kanker payudara dapat dideteksi secara dini dengan melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI).
Apa Itu SADARI?
SADARI adalah metode pemeriksaan yang dapat dilakukan secara mandiri untuk mendeteksi kanker payudara.
Dokter spesialis bedah, dr Ika Megatia, BMedSc, SpB, FINACS, FICS, mengungkapkan SADARI sebaiknya dilakukan pada hari ke-7 pasca haid pertama.
“Contohnya, haid bulanannya tuh tanggal 1, maka tanggal 8 harus periksa sendiri di depan kaca, posisi tiduran dan duduk atau berdiri. Di lihat, oh kali ini tidak ada benjolan. Dilakukan setiap bulan,” ujarnya kepada detikpulsa, Rabu (11/10/2023).
dr Ika mengatakan jika ditemukan benjolan, maka segera periksakan diri ke dokter untuk mendapat diagnosis yang pasti.
“Karena periksa payudara sendiri itu susah, apalagi bentuknya ‘dome‘ kalau lagi berdiri karena gravitasi kadang-kadang yang bagian bawah kelipat,” imbuhnya.
Kenapa SADARI di Hari ke-7 Setelah Haid?
dr Ika menjelaskan pada hari pertama haid, kadar progesteron dalam tubuh meningkat. Hal ini akan menyulitkan deteksi.
“Hormon itu kan fluktuatif ya. Pada hari ke-7 itu dianggapnya bahwa estrogen dianggap sudah tidak terlalu tinggi sehingga itu akan real,” ucapnya.
“Bayangkan, payudara itu kan kayak ‘dome’, kalau benjolannya ada di bawah, tapi atas-atasnya lemak normal nggak keraba dong. Bayangin lemak itu lagi bengkak karena haid, jadikan makin nggak keraba, makanya diminta ditunggu 7 hari pasca hari pertama haid,” paparnya.
Bagi wanita yang haidnya tidak lancar, dr Ika menyarankan SADARI dilakukan di tanggal tertentu dalam satu bulan.
“Pilih aja satu tanggal, tanggal 1 atau 15 atau akhir bulan. Jadi setiap tanggal itu dilakukan. Misalkan pasca menopause, atau yang haidnya kadang-kadang nggak tentu,” tuturnya.
Terlepas dari itu, dr Ika menganjurkan para wanita untuk rutin melakukan SADARI setiap bulan guna mencegah risiko kanker payudara.
“Ada atau tidaknya benjolan payudara, saya pun akan menyarankan untuk melakukan SADARI setiap bulan. Dan di atas usia 35, USG tahunan dikombinasikan dengan USG ovary dan rahim serta serviks yang kita bilang papsmear. Kenapa? karena kanker besar di perempuan, itu berhubungan dengan organ-organ kandungan, contohnya payudara, rahim, dan mulut rahim,” terangnya.
Cara Deteksi Dini Kanker Payudara SADARI
Dikutip dari laman Kementerian Kesehatan, berikut langkah-langkah melakukan SADARI:
1. Berdiri tegak. Cermati bila ada perubahan pada bentuk dan permukaan kulit payudara, pembengkakan dan/atau perubahan pada puting. Bentuk payudara kanan dan kiri tidak simetris? Jangan cemas, itu biasa.
2. Angkat kedua lengan ke atas, tekuk siku dan posisikan tangan di belakang kepala. dorong siku ke depan dan cermati payudara; dan dorong siku ke belakang dan cermati bentuk maupun ukuran payudara.
3. Posisikan kedua tangan pada pinggang, condongkan bahu ke depan sehingga payudara menggantung, dan dorong kedua siku ke depan, lalu kencangkan (kontraksikan) otot dada Anda.
4. Angkat lengan kiri ke atas, dan tekuk siku sehingga tangan kiri memegang bagian atas punggung. Dengan menggunakan ujung jari tangan kanan, raba dan tekan area payudara, serta cermati seluruh bagian payudara kiri hingga ke area ketiak.
Lakukan gerakan atas-bawah, gerakan lingkaran dan gerakan lurus dari arah tepi payudara ke puting, dan sebaliknya. Ulangi gerakan yang sama pada payudara kanan Anda.
5. Cubit kedua puting. Cermati bila ada cairan yang keluar dari puting. Berkonsultasilah ke dokter seandainya hal itu terjadi.
6. Pada posisi tiduran, letakkan bantal di bawah pundak kanan. Angkat lengan ke atas. Cermati payudara kanan dan lakukan tiga pola gerakan seperti sebelumnya.
Dengan menggunakan ujung jari-jari, tekan-tekan seluruh bagian payudara hingga ke sekitar ketiak.
Faktor Risiko Kanker Payudara
Sebagian faktor risiko kanker payudara tidak bisa diubah, seperti:
* Berjenis kelamin wanita.
* Faktor genetik, riwayat kanker payudara pada keluarga.
* Faktor usia, semakin tua risiko kanker payudara semakin meningkat.
* Faktor kehamilan, wanita yang belum pernah hamil, hamil pertama, hamil di atas usia 30 tahun, dan tidak menyusui memiliki risiko lebih tinggi terkena kanker payudara.
Risiko kanker payudara juga bisa meningkat jika wanita itu pernah mengidap penyakit tertentu seperti kanker ovarium, atau memiliki faktor lain seperti terpapar radiasi.
Cara Mencegah Kanker Payudara
Kanker payudara dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat sebagai berikut:
* Menjaga berat badan ideal
* Rajin berolahraga
* Tidak merokok dan minum minuman beralkohol
* Mengonsumsi makanan sehat dan seimbang
* Menyusui bayi secara teratur
* Menghindari paparan radiasi
Dokter Sarankan Suami Sering Remas Payudara Istri, Begini Manfaatnya
Menyambut ‘No Bra Day‘ yang jatuh pada 13 Oktober, warga dunia diajak untuk bersama-sama menyoroti pentingnya pencegahan kanker payudara.
Salah satu yang kerap disampaikan oleh para dokter, yakni perihal penanganan sedini mungkin, yang diawali dengan deteksi benjolan pada payudara.
Sering mendengar bahwa payudara yang sering diremas bakal secara alami berukuran lebih besar? Rupanya, hal itu cuma mitos belaka.
Namun di samping itu, ada manfaat lain yang bisa dirasakan dari sering-sering meremas payudara.
Tak lain, deteksi kanker payudara bisa dilakukan sedini mungkin.
Sebagaimana disarankan oleh dokter spesialis bedah plastik dr Sara Ester Triatmoko, SpBP-RE(K) dari RSUP Fatmawati, para suami bisa ikut mengecek payudara istrinya, yakni dengan sering-sering meremas.
Jika terasa ada benjolan di payudara istri, pemeriksaan medis bisa dilakukan sedini mungkin.
“Kadang-kadang meremas payudara itu membuat kita sensitif terhadap adanya benjolan, bahkan ada yang komentar, kadang-kadang ‘wah punya suami tapi suaminya kok bisa nggak mendeteksi benjolan sudah sebesar itu’, jadi memang kalau kita hidup berumah tangga, bagus gitu melakukan peremasan payudara, di-massage, diperiksa, tiap mandi gitu ya,” ungkapnya saat ditemui detikpulsa beberapa waktu lalu.
“Suami-suami remaslah payudara istrimu, supaya kalau ada benjolan tahu, supaya kalau ada bengkak bisa cepat hilang, karena melakukan peremasan itu akan memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut,” imbuh dr Sara.
Manfaat Lain Remas Payudara: Melancarkan Aliran Darah
dr Sara menjelaskan, ukuran payudara ditentukan oleh tebalnya lemak yang ada di bagian atas payudara, serta banyaknya kelenjar payudara di bawah.
Walhasil, aktivitas meremas payudara tidak ada hubungannya dengan ukuran payudara besar-kecil.
“Meremas-remas itu tidak menimbulkan payudara menjadi lebih besar atau lebih kecil. Tapi, meremas itu sebenernya memperbaiki aliran darah. Jadi kalau aliran darahnya baik, tentunya akan lebih sehat. Bayangin saja kalau kulit muka kita facial, aliran darahnya baik, kan lebih glowing lebih sehat,” pungkas dr Sara.
No Bra Day, Benarkah Bra Kawat Tingkatkan Risiko Kanker Payudara? Ini Kata Dokter
Bulan Oktober diperingati sebagai Bulan Kesadaran Kanker Payudara. Di bulan ini juga, tepatnya tanggal 13, terdapat perayaan ‘No Bra Day‘ atau Hari Tanpa Bra yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan kanker payudara.
Mengaitkan kanker payudara dengan peringatan tersebut, sebenarnya, penggunaan bra bisa memicu kanker payudara nggak sih?
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan hemato-onkologi, dr Jeffry Beta Tenggara, SpPD – KHOM menjelaskan bahwa bra tidak memicu kanker payudara.
“Nggak ada. Jadi itu sama sekali hoax. Atau pakai kawat itu hoax,” ungkap dr Jeffry kepada detikpulsa, Rabu (11/10/2023).
Dalam kesempatan yang berbeda, dokter spesialis bedah dr Ika Megatia, B MedSc, SpB, FINACS, FICS menjelaskan, keluhan payudara terkait bra biasanya adalah iksemia yang menyebabkan nyeri akibat tekanan dari bra itu sendiri.
“Bila terjadi bra atau kawat yang terlalu kencang, berarti yang bikin sakit itu kadang iskemia, atau kurangnya oksigen di jaringan bawah kulit karena ada penekanan,” jelas dr Ika kepada detikpulsa, Rabu (11/10/2023).
“Artinya, pembuluh darah kecil-kecil di sana itu kolaps, ketekan, jadi dia nutup, sehingga nggak bisa ngasih darah ke kulit dan jaringan yang ketekan itu. Makanya nyeri,” sambungnya.
Tekanan bra pada payudara memang bisa menyebabkan reaksi radang seperti nyeri.
Dalam banyak kasus, masalah ini dapat diatasi dengan mengenakan bra yang pas dan nyaman.
Oleh sebab itu, dr Ika menyarankan agar perempuan yang mengalami ketidaknyamanan akibat penggunaan bra untuk mencari solusi dengan mengganti ukuran bra mereka.
“Pasien-pasien ini saya bilang, coba ibu ganti behanya, ukur yang benar di tempat branya, terus coba dua minggu. Kalau masih nyeri ibu ke saya (dokter). Nggak ada yang balik tuh,” ungkapnya.
Hubungan antara Radang dan Kanker
Mengingat ketidaknyamananan akibat penggunaan bra bisa menyebabkan nyeri dan peradangan, lantas apakah hal ini dapat meningkatkan risiko kanker payudara?
dr Ika berkata bahwa radang kronis di sekitar area payudara memang dapat memicu mutasi sel dan potensial menjadi faktor risiko kanker.
Namun, ia menegaskan bahwa penggunaan bra tidak semerta-merta merupakan pemicu kanker payudara.
“Tapi apakah itu secara langsung menjadi faktor risiko kanker saya rasa tidak juga. Yang ada dia nyeri, ada reaksi radang. Ada penelitian menyatakan bahwa radang kronis itu bisa menyebabkan mutasi atau transgresi daripada sel sehingga dia jadi kanker, bisa. Tapi, tidak semerta-merta itu yang menjadi pemicu utama,” tegas dr Ika.