29 Juni Gagal Kiamat, Ini Profil Sang Peramal – Kushal Kumar adalah Sang Peramal astrologi Veda yang berasal dari Panchkula, India. Ia dikenal karena kemampuannya meramal berbagai peristiwa penting dengan menggunakan pengetahuan tentang keselarasan planet dan bintang.
29 Juni Gagal Kiamat, Ini Profil Sang Peramal
Menurut informasi yang tertera di LinkedIn-nya, Kumar telah menulis artikel-artikel astrologi yang diterbitkan di majalah ternama seperti The Mountain Astrology (TMA) dari California dan Horoscope dari New York.
Salah satu ramalan kontroversial yang pernah dibuat oleh Kumar adalah Kiamat dan prediksi tentang terjadinya Perang Dunia III pada tanggal 29 Juni 2024.
Meskipun ramalan ini tidak terbukti, Kumar telah membuat prediksi-prediksi sebelumnya tentang situasi hubungan internasional yang tegang dan konflik global lainnya.
Karena kemampuannya ini, dia sering kali disebut sebagai ‘Nostradamus baru’, mengacu pada kemampuan Nostradamus dalam meramal peristiwa-peristiwa bersejarah yang signifikan dalam bukunya ‘Les Propheties’.
Kushal Kumar mengklaim bahwa pendidikannya mencakup gelar dalam bidang Inggris, Matematika, dan Hindi.
Keahliannya dalam meramal tidak hanya terfokus pada aspek pribadi individu berdasarkan rincian waktu lahir, tetapi juga mencakup aspek global seperti ekonomi, geopolitik, dan strategi konflik.
Artikel-artikelnya yang telah sukses tentang ekonomi Inggris pada tahun 2011 serta prediksinya tentang ekonomi AS dan geopolitik global telah mengukuhkan reputasinya sebagai seorang ahli ramal yang berpengalaman dan berpengetahuan luas.
Kumar juga memiliki rencana untuk terus berkontribusi dengan menulis lebih banyak lagi di berbagai majalah, jurnal, dan buletin internasional.
Ramalan Kiamat 29 Juni 2024 Meleset, Nggak Percaya Ilmuwan Sih
Seorang peramal asal India telah meramalkan bahwa kiamat akan terjadi pada 29 Juni 2024. Namun, ramalan tersebut ternyata tidak terbukti. Di sisi lain, ada prediksi kiamat yang lebih ilmiah yang dikemukakan oleh para ilmuwan.
Tanda-tanda kiamat menurut pandangan ilmuwan bukanlah soal tanggal tertentu, melainkan terkait dengan tingkat keparahan pemanasan global yang membuat Bumi semakin tidak layak huni.
Meskipun demikian, tidak ada yang benar-benar mengetahui kapan Bumi akan berakhir.
Para ilmuwan berusaha memperkirakan seberapa lama lagi Bumi dapat bertahan dengan memperhatikan berbagai aspek.
Mereka menyatakan bahwa Bumi akan menjadi tidak layak huni bagi sebagian besar makhluk hidup dalam waktu sekitar 1,3 miliar tahun akibat evolusi alami Matahari.
Kematian Matahari
Salah satu faktor besar yang mempengaruhi keberlangsungan Bumi adalah evolusi dari Matahari.
“Bumi mungkin memiliki waktu sekitar 4,5 miliar tahun sebelum Matahari menjadi raksasa merah besar dan menelan Bumi,” kata Ravi Kopparapu, ilmuwan planet di Goddard Space Flight Center, NASA, dikutip dari Live Science pada Sabtu (29/6/2024).
Raksasa merah terbentuk pada tahap akhir evolusi bintang ketika bintang tersebut kehabisan hidrogen sebagai bahan bakar fusi nuklirnya dan mulai mati. Begitu proses fusi berhenti, gravitasi akan mengambil alih.
Inti helium akan mulai terkompresi akibat gravitasi, yang akan menaikkan suhu. Lonjakan panas ini akan menyebabkan lapisan plasma terluar Matahari mengembang secara drastis.
“Matahari akan membengkak setidaknya sebesar orbit Bumi,” lanjut Kopparapu.
Bumi Bisa ‘Tamat’ Lebih Cepat
Bumi mungkin mencapai titik akhirnya lebih cepat dari yang diperkirakan, tidak harus menunggu 4,5 miliar tahun.
Saat Matahari bertransisi menjadi raksasa merah, planet ini akan memanas, menyebabkan lautan menguap dan atmosfer menghilang.
Kopparapu menjelaskan bahwa sekitar 1,3 miliar tahun dari sekarang, kondisi di Bumi akan terlalu panas dan lembab untuk manusia bisa bertahan hidup secara fisiologis.
Dalam waktu sekitar 2 miliar tahun, lautan kemungkinan besar akan menguap saat luminositas Matahari meningkat hampir 20% dibandingkan sekarang.
Beberapa bentuk kehidupan mungkin bertahan, seperti ‘ekstriofil’ yang hidup di dekat ventilasi hidrotermal di dasar laut, tetapi manusia tidak akan bisa bertahan.
Suhu bola basah yang berbahaya, yang menghalangi tubuh manusia untuk mendingin dengan berkeringat, akan segera tercapai.
Awalnya, suhu bola basah mematikan diperkirakan 35°C, tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa suhu bola basah serendah 30°C dapat berakibat fatal.
Beberapa tempat di Bumi telah mencapai suhu bola basah melebihi 32°C pada beberapa kesempatan, dan model iklim memperkirakan suhu 35°C akan menjadi hal biasa di wilayah seperti Timur Tengah pada akhir abad ini.
Pada akhirnya, gas rumah kaca yang kita miliki telah mengancam kehidupan dan peradaban di Bumi jauh sebelum Matahari mati.
“Jika kita berbicara tentang kehidupan manusia, seratus tahun ke depan akan menjadi sangat menarik,” kata Kopparapu.