Observatorium Timau Beroperasi 2024 Selidiki Misteri Cahaya Langit – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan perkembangan terbaru Observatorium Nasional Timau di Kupang, Nusa Tenggara Timur. BRIN menyebutkan Observatorium Timau itu ditargetkan berpoerasi pada 2024.
Observatorium Timau Beroperasi 2024 Selidiki Misteri Cahaya Langit
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap Observatorium Nasional Timau di Kupang,
Nusa Tenggara Timur (NTT) segera rampung dan akan mulai beroperasi 2024. Cek keunggulannya.
Hal tersebut disampaikan BRIN dalam laman resminya dan mengatakan bahwa Observatorium Timau “kemungkinan dapat mulai beroperasi pada 2024.”
BRIN juga mengungkap nantinya dengan kehadiran observatorium ini “banyak riset yang bisa dilakukan dengan teleskop yang terpasang di observatorium tersebut.”
Kepala Pusat Riset Antariksa BRIN Emanuel Sungging Mumpuni mengatakan tujuan awal observatorium ini adalah membangun fasilitas yang dapat dirasakan anak bangsa terkait sains antariksa.
Kepala Pusat Riset Antariksa BRIN Emanuel Sungging Mumpuni menuturkan, tujuan awal observatorium ini adalah ingin membangun fasilitas yang bisa dirasakan anak bangsa terkait sains antariksa.
“Melalui observatorium ini, kita bisa mengurai dan memahami misteri cahaya yang datang dari langit,” ujar Emanuel dikutip dari situs BRIN.
Obseravatorim Timau dilengkapi instrumen utama berupa berupa teleskop berdiameter 3,8 meter beserta kubah berdiameter 14 meter sudah terbangun sekitar 55%.
Emanuel menjelaskan, teleskop ini multipurpose, bisa digunakan untuk banyak riset. Walau akan mengarah untuk astrofisika, tetapi juga dapat membuka studi-studi lainnya, serta berkontribusi pada upaya-upaya global terkait astronomi.
Disebutkannya, ada dua fasilitas instrumen utama yang disiapkan, yaitu dua fokus nasmyth, yang digunakan pada kamera citra optik, dan inframerah dekat, yaitu 3OPTIKA dan NIRKA.
Riset-riset yang dapat dikerjakan, yaitu terkait karakterisasi teleskop 380 cm. Diantaranya, bagaimana cermin segmented ini apakah fokus seragam memberi pembentukan citra terbaik.
Kontrol teleskop apakah sudah dikendalikan oleh komputer atau masih manual, bagaimana pergerakan, respon getaran, dan stabilitasnya.
“Selain itu, bagaimana peluang penelitian kendali mekatronika dan sistem teleskopnya, apakah robotik atau modern digital. Kemudian bagaimana pengumpulan, penyimpanan, dan pengelolaan data hasil pengamatannya, apakah sudah sesuai standar internasional, dan peluang penelitian manajemen data virtual observatory,” papar Emanuel.
Emanuel menyampaikan, peluang dan tantangannya adalah bagaimana membangun wilayah yang lestari berkelanjutan (tata kelola ruang dan wilayah, perkembangan daerah urban, polusi cahaya dan radio), mempersiapkan generasi sekarang dan masa depan, dan berkontribusi pada riset global.
“Juga bagaimana membangun pusat kolaborasi riset sebagai inkubator riset terdepan multidisiplin, pengembangan fasilitas generasi kedua dimulai dari manusianya, riset studi pada arah pusat galaksi pada jendela optik dan NIR, membuka peluang multipanjang gelombang, dan riset instrumentasi dan inkubasi ide perkecambahan ilmu pengetahuan dan studi astronomi,” bebernya.
Lebih lanjut dijelaskannya terkait skema yang diberikan oleh BRIN untuk kolaborasi riset, pembiayaan untuk riset, postdoctoral, kolaborasi dengan perguruan tinggi atau Degree by Research (DBR), dan pelatihan yang bisa dilakukan bersama.
“Fasilitas lain yang bisa dimanfaatkan adalah magnetometer dan ionosonde,” pungkasnya.