KPK Temukan Lokasi Harun Masiku, Target Segera Ditangkap dalam 1 Minggu – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengetahui keberadaan Harun Masiku, mantan calon legislatif PDIP yang menjadi buron tersangka kasus dugaan suap.
KPK Temukan Lokasi Harun Masiku, Target Segera Ditangkap dalam 1 Minggu
Kasus yang sudah berumur lebih dari empat tahun ini disebut sudah mendapati titik terang. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pun berharap dalam satu minggu ke depan Harun Masiku bisa segera ditangkap.
“Saya rasa sudah, penyidik [tahu Lokasi Harun Masiku],” terang Alex usai rapat di Komisi III DPR, Selasa (11/6).
“Mudah-mudahan saja dalam satu minggu Harun Masiku Segera Ditangkap. Semoga,” tutur Alex.
Penyidik KPK telah memverifikasi informasi terkait keberadaan Harun Masiku kepada beberapa saksi seperti Advokat Simeon Petrus hingga mahasiswa bernama Hugo Ganda dan Melita De Grave.
Kemudian pada Senin (10/6), KPK juga memeriksa Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto sebagai saksi dalam kasus ini.
Dari pemeriksaan tersebut, tim penyidik memutuskan untuk menyita ponsel hingga catatan milik Hasto. Merasa keberatan, Hasto mengaku sempat berdebat dengan pihak penyidik KPK.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa penyidik KPK mencari informasi dan keterangan dari Hasto terkait kasus Harun Masiku. Salah satu pertanyaannya adalah tentang keberadaan perangkat komunikasi milik Hasto.
Budi menyatakan bahwa penyidik KPK telah melaksanakan penyitaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilengkapi dengan surat perintah penyitaan.
Selain itu, Budi mengungkapkan bahwa penyidik KPK sedang menyelidiki keberadaan Harun Masiku melalui ponsel Hasto yang disita.
Penanganan kasus Harun Masiku oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berlangsung selama lebih dari empat tahun.
Pada tanggal 8 Januari 2020, tim penindakan KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menghasilkan penangkapan Wahyu Setiawan dan tujuh orang lainnya. Ini merupakan OTT kedua yang dilakukan oleh KPK pada era kepemimpinan KPK jilid V. Dari kegiatan tersebut, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio Fridelina merupakan penerima suap, sedangkan Harun Masiku dan Saeful Bahri adalah pemberi suap.
Wahyu menerima suap terkait penetapan anggota DPR terpilih 2024 dari fraksi PDIP. Hal ini terkait dengan penggantian kursi legislatif yang ditinggalkan oleh Nazarudin Kiemas, caleg PDIP yang meninggal pada Pemilu 2019.
Setelah putusan Mahkamah Agung mengabulkan gugatan terkait penggantian kursi, PDIP mengirim surat ke KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin Kiemas. Namun, KPU menolak permohonan PDIP dan mempertahankan keputusannya.
Untuk mendorong penunjukan Harun sebagai PAW, Saeful Bahri menghubungi Agustiani Tio Fridelina untuk melakukan lobi. Agustiani kemudian berkomunikasi dengan Wahyu Setiawan yang meminta dana operasional sebesar Rp900 juta.
Pada akhir Desember 2019, uang sejumlah itu diberikan kepada Wahyu melalui berbagai sumber. Namun, pada 7 Januari 2020, KPU tetap pada keputusannya, sehingga Wahyu mencoba untuk mempengaruhi keputusan tersebut.
Kemudian, pada 8 Januari 2020, saat Wahyu meminta sebagian uangnya dari Agustiani, tim KPK melakukan OTT dan menangkap mereka.
Wahyu Setiawan kemudian dijatuhi hukuman penjara selama tujuh tahun dan denda Rp200 juta, sementara Saeful Bahri dijatuhi hukuman penjara selama 1 tahun 8 bulan dan denda Rp150 juta. Agustiani Tio Fridelina divonis dengan hukuman penjara selama empat tahun dan denda Rp150 juta.
Mencari keberadaan Harun Masiku
Hingga kini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum berhasil menangani kasus Harun Masiku secara hukum.
Pada 13 Januari 2020, Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi, Arvin Gumilang, menyatakan bahwa Harun tercatat telah berangkat ke Singapura pada 6 Januari. Namun, Arvin juga mengungkapkan bahwa Harun belum kembali ke Indonesia.
Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, juga membenarkan bahwa Harun belum kembali ke Indonesia. Pada saat yang sama, KPK mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri atas nama Harun kepada pihak Imigrasi.
Namun, Harun dilaporkan telah kembali ke Indonesia pada 7 Januari. Informasi ini datang dari istrinya, Hildawati Jamrin, yang mengatakan bahwa suaminya telah tiba di Jakarta pada tanggal tersebut.
Pada 22 Januari, Direktorat Jenderal Imigrasi akhirnya mengakui bahwa Harun telah kembali ke Indonesia pada tanggal tersebut. Namun, mereka alasan bahwa terjadi kerusakan sistem sehingga data perlintasan Harun tidak masuk dalam pusat informasi.
Setelah itu, keberadaan Harun menjadi misterius. Publik berspekulasi tentang nasibnya karena Harun tidak ditemukan.
Anggota Komisi III DPR Fraksi Demokrat, Benny K. Harman, menyebutkan bahwa terdapat tiga spekulasi mengenai Harun, yaitu bahwa ia telah ditembak mati, disembunyikan, atau bersembunyi sendiri.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, menduga bahwa Harun mungkin sudah meninggal.
Namun, meskipun Harun belum ditemukan, Boyamin tetap meminta KPK untuk membawa kasus ini ke persidangan secara in absentia.
KPK telah memasukkan Harun dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan meminta bantuan dari pihak kepolisian untuk menemukannya. Namun, selama lebih dari empat tahun, Harun masih belum ditemukan.
KPK juga pernah mendapat informasi bahwa Harun pergi ke luar negeri melalui jalur tidak resmi. Namun, hasil pencarian di negara tetangga pada Juni tahun lalu tidak membuahkan hasil.
Direktur Penyidikan KPK, Brigjen Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa KPK telah mengirim surat permohonan penerbitan red notice untuk memburu Harun. Surat permohonan tersebut dikirim pada Senin, 31 Mei 2021.
Selain itu, KPK juga bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang bertugas mengawasi pergerakan orang masuk dan keluar wilayah Indonesia.