Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Heboh Kasus Pneumonia Misterius di China dan ini 7 Gejalanya

Heboh Kasus Pneumonia Misterius di China dan ini 7 Gejalanya – Baru-baru ini kasus pneumonia misterius di China tengah menjadi sorotan publik khususnya masyarakat Indonesia. Diketahui sejumlah anak-anak di China banyak yang dirawat di rumah sakit karena hal tersebut.

Heboh Kasus Pneumonia Misterius di China dan ini 7 Gejalanya

Heboh Kasus Pneumonia Misterius di China dan ini 7 Gejalanya

Akibat naiknya lonjakan penyakit pernapasan tersebut, muncul kekhawatiran global terutama setelah dunia melewati pandemi COVID-19 sebelumnya.

Selain itu, kasus pneumonia tidak hanya mengalami peningkatan di China tetapi juga di Belanda.

Di Belanda, kasus ini mengalami peningkatan yang signifikan pada anak-anak. Sehingga, menjadi negara kedua yang melaporkan adanya lonjakan kasus pneumonia selain China.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan RI saat ini melakukan sejumlah upaya peningkatan kewaspadaan dalam menghadapi risiko penularan wabah pneumonia misterius yang saat ini menyerang ribuan masyarakat di China.

Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi menyampaikan sejumlah kewaspadaan harus dilakukan. Salah satunya di pintu masuk melalui Kantor Kesehatan Pelabuhan.

“Kewaspadaan itu biasa kita lakukan di pintu masuk melalui Kantor Kesehatan Pelabuhan ya, terutama orang dengan gejala flu, kemudian kita edukasi. Kemudian kalau memang bertambah berat, datang ke fasilitas pelayanan kesehatan,” ujarnya Selasa (28/11/2023) mengutip dari Antara.

Kemudian dia juga menyebutkan upaya peningkatan kewaspadaan lainnya dengan melakukan pengawasan pada bahan makanan produk hidup.

Serta Kemenkes memiliki suatu sistem surveilans yang bernama Influenza Like Illness (ILI) dan Severe Acute Respiratory Infection (SARI).

Pihaknya menjelaskan bahwa Surveilans ILI dan SARI dilakukan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas untuk melakukan monitor terhadap gejala yang menyerupai influenza.

Nadia menyebutkan hal tersebut dilakukan lantaran wabah pneumonia salah satunya dipicu oleh bakteri Mycoplasma.

Muncul gejala yang mirip influenza, tetapi bukan influenza karena penyakit tersebut hanya diakibatkan oleh virus.

“Harus gini, kalau orang sakit influenza dia sembuh sendiri dan enggak perlu dirawat sampai berat. Makannya kita punya SARI itu untuk memantau kasus-kasus influenza yang dengan tiba-tiba dia jadi berat atau dia jadi bergejala berat,” dia memungkasi.

Heboh Kasus Pneumonia Misterius di China dan ini 7 Gejalanya

Awal Pelaporan Kasus

Pada 13 November lalu, Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok melaporkan adanya peningkatan penyakit pernapasan secara nasional. Peningkatan kasus tersebut terutama menyerang anak-anak di China.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sejumlah pasien melaporkan adanya gejala seperti demam, kelelahan, hingga batuk. Namun saat ini tidak ada laporan kematian yang terjadi karena kasus tersebut.

Peningkatan kasus tersebut menyebabkan sejumlah antrean panjang dan waktu tunggu yang sangat melelahkan di rumah sakit anak-anak di kota-kota seperti Beijing, Liaoning, hingga Tianjin.

Melansir dari CNA Komisi Kesehatan nasional mengaiktan peningkatan infeksi tersebut dengan peredaran patogen yang diketahui.

Terutama influenza dan juga ada pneumonia mikoplasma, virus pernapasan syncytial (RSV), rhinovirus, adenovirus, hingga COVID-19.

Faktor-faktor lainnya yang turut berkontribusi pada peningkatan kasus ini adalah datangnya musim dingin.

Diketahui tahun ini menjadi musim dingin pertama di Tiongkok sejak negara tersebut mencabut kebijakan nol-COVID hampir setahun yang lalu.

Sehingga, adanya peningkatan penyakit pernapasan di musim dingin menjadi kasus yang bukan jarang terjadi.

Heboh Kasus Pneumonia Misterius di China dan ini 7 Gejalanya

Menjadi Perhatian Publik Secara Global

Sebelumnya, pada Rabu (22/11/2023) peringatan dari sistem pengawasan wabah global ProMED menggambarkan “Kelompok Pneumonia yang tidak terdiagnosis pada anak-anak di Tiongkok Utara”.

Sumber kabar tersebut berasal dari laporan outlet media Taiwan FTV News dan menjadi perhatian mengingat kasus sebelumnya terkait awal mula COVID-19 yang menjadi pandemi global.

Sementara itu, pejabat China sendiri mengklaim kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa tidak ada patogen baru yang terdeteksi di wabah tersebut.

Sebaliknya penyakit tersebut disebabkan oleh virus musiman seperti flu, RSV, dan bakteri mycoplasma pneumoniae.

Pemicu lainnya juga dikarenakan tindakan ketat terkait COVID-19 yang telah dicabut pada akhir tahun 2022 dan membuat masyarakat rentan terhadap virus tahunan yang terjadi.

Adapun saat ini belum diketahui jelas apa yang menyebabkan lonjakan kasus serupa di tahun ini.

Publik banyak yang menyoroti kasus tersebut karena mengingat insiden yang terjadi pada pandemi sebelumnya.

Selain itu, beberapa pihak juga khawatir jika pejabat di China menutupi tahap awal epidemi atau wabah yang terjadi di sana.

Mengingat sebelumnya negara tersebut sempat mendapatkan kritik karena respon awal mereka saat temuan COVID-19. Beberapa orang juga melihat situasi yang terjadi saat ini sebagai cerminan yang terjadi dari masa lalu.

Heboh Kasus Pneumonia Misterius di China dan ini 7 Gejalanya

Apa Itu Pneumonia?

Pneumonia merupakan penyakit yang terjadi karena adanya infeksi pada kantung paru-paru yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau jamur.

Dimana kantung udara paru-paru penderitanya terisi oleh cairan atau dahak purulen.

Sehingga penderitanya mengalami batuk berdahak, batuk bernanah, demam, hingga gejala sesak nafas.

Infeksi yang ditimbulkan oleh pneumonia sendiri bisa terjadi pada salah satu sisi paru-paru atau keduanya.

Pneumonia di Indonesia dikenal dengan nama paru-paru basah dan tidak hanya menimpa orang dewasa tetapi juga anak-anak bahkan bayi yang baru lahir.

Penyakit ini juga bisa menular ke orang lain melalui menghirup tetesan udara dari bersin atau batuk.

Gejala Pneumonia

Mengutip dari National Health Service berikut ini adalah gejala umum yang timbul pada penderita yang terpapar pneumonia:

* Batuk kering atau berdahak.
* Sesak napas bahkan saat beristirahat.
* Detak jantung yang cepat.
* Suhu tubuh tinggi.
* Berkeringat atau menggigil kedinginan.
* Kehilangan nafsu makan.
* Nyeri pada bagian dada yang akan terasa lebih parah ketika bernapas atau batuk.

Adapun berikut ini adalah gejala yang jarang terjadi ketika terpapar pneumonia:Sakit kepala.

* Kelelahan.
* Mengi.
* Nyeri otot atau sendi.
* Batuk berdarah.
* Lingkung pada orang yang lanjut usia.

Heboh Kasus Pneumonia Misterius di China dan ini 7 Gejalanya

Usai China, Pneumonia Misterius pada Anak Juga Ditemukan di Belanda

Peningkatan kasus pneumonia misterius pada anak-anak di China baru-baru ini juga ditemukan di Belanda. Belanda jadi negara kedua yang melaporkan wabah serupa pekan ini.

Institut Penelitian Layanan Kesehatan Belanda (NIVEL), sebuah lembaga penelitian di Utrecht, melaporkan bahwa 80 dari setiap 100.000 anak berusia antara 5 dan 14 tahun menderita pneumonia pada minggu lalu.

Melansir The Messenger, ini adalah wabah pneumonia terbesar yang pernah dicatat NIVEL dalam beberapa tahun terakhir.

Pada puncak musim flu pada 2022 lalu, ketika kasus pneumonia paling umum terjadi, tercatat ada 60 kasus untuk setiap 100.000 anak dalam kelompok umur tersebut.

Sebuah kantor berita di Belanda mengatakan baik NIVEL maupun Institut Nasional untuk Kesehatan Masyarakat dan Lingkungan, yang setara dengan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) di Belanda, tidak dapat memberikan penjelasan mengapa kasus pneumonia meningkat.

Sebelumnya, kasus pneumonia misterius di China juga mulai menimbulkan kekhawatiran.

Laporan pertama muncul minggu lalu menyatakan bahwa rumah sakit anak-anak di Beijing dan provinsi Liaoning dipenuhi oleh anak-anak yang datang dengan penyakit pneumonia.

Pada konferensi pers pada 13 November, para pejabat Komisi Kesehatan Nasional Tiongkok menyalahkan lonjakan tersebut sebagai akibat dari pencabutan pembatasan COVID-19, karena ini adalah musim flu pertama sejak negara tersebut melonggarkan kebijakan lockdown yang ketat.

Pejabat China mengatakan kepada Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa tidak ada patogen baru yang terdeteksi dalam wabah tersebut, dan sebaliknya penyakit tersebut disebabkan oleh virus musiman seperti flu dan RSV, serta bakteri Mycoplasma pneumoniae.

Heboh Kasus Pneumonia Misterius di China dan ini 7 Gejalanya

Tanggapi Pneumonia Misterius di China, Dinkes Imbau Warga Pakai Masker

Dinkes DKI Jakarta mengimbau masyarakat mengencangkan upaya pencegahan pneumonia pada anak, termasuk memakai masker di keramaian.

Hal ini menyusul kasus pneumonia misterius yang tengah meningkat di China.

“Sejumlah hal perlu dilakukan masyarakat untuk mengantisipasi kenaikan kasus pneumonia balita di China ‘walking pneumonia’ yang kemungkinan disebabkan virus. Mulai dari adenovirus, RSV, rhinovirus, influenzae, parainfluenzae, COVID-19, dan mycoplasma,” kata Dinkes melalui keterangan tertulis, Selasa (28/11).

Saat ini pihak Dinkes DKI Jakarta juga terus meningkatkan sistem pelaporan individu real time kasus ISPA dan pneumonia pada anak dan dewasa di seluruh puskesmas dan 194 rumah sakit.

Hal ini dilakukan untuk memantau kondisi dan mendeteksi penyakit-penyakit baru dengan pemeriksaan laboratorium.

Selain itu, sebagai langkah awal, Dinkes juga meminta masyarakat melakukan antisipasi agar terhindar dari pneumonia misterius seperti di China. Berikut pencegahannya:

1. Mengencangkan perilaku hidup bersih dan sehat

Masyarakat diminta untuk memakai masker di keramaian, terutama mereka yang sedang sakit. Memakai masker di sekolah, ruang kerja, atau ruang indoor lainnya.

“Juga tentunya rutin mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun,” kata dia.

2. Imunisasi

Jangan lewatkan imunisasi rutin lengkap pada anak.

3. Vaksinasi Covid-19

Lakukan vaksinasi Covid-19 dari dosis 1-4 untuk usia 18 tahun ke atas dan anjuran vaksin influenza berbayar mandiri untuk usia 6 bulan ke atas terutama kelompok rentan.

Misalnya balita, lansia, ibu menyusui, ibu hamil, tenaga kesehatan.

Heboh Kasus Pneumonia Misterius di China dan ini 7 Gejalanya

Tanggapi Kasus Pneumonia Misterius di China, Epidemiolog: Vaksin Jadi Sangat Penting

Kasus pneumonia misterius di China dinilai memiliki tingkat fatalitas yang rendah, tapi tetap perlu diwaspadai.

Seperti disampaikan epidemiolog Dicky Budiman. Menurutnya, dalam mencegah penularan pneumonia maka memakai masker, cuci tangan, dan kebiasaan hidup bersih lainnya menjadi penting. Tak lupa dengan tindakan vaksinasi yang juga tak kalah penting.

“Vaksin menjadi sangat penting, ini yang saya ingatkan karena saya melihat baik pemerintah maupun masyarakat sudah merasa bisa meninggalkan vaksinasi,” kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui pesan suara, Selasa (28/11/2023).

Dia menyarankan masyarakat untuk tetap melakukan vaksinasi, terutama bagi anak-anak yang belum pernah vaksinasi.

Mereka yang belum mendapat vaksinasi berarti belum mendapatkan proteksi primer.

“Nah ini yang akan menjadi rawan, atau booster-nya belum dapat, baik anak maupun dewasa, apalagi lansia. Ini yang harus ditingkatkan, saya kira kita beruntung biofarma memiliki vaksin sendiri seperti indovac untuk bisa menjadi booster dan ini penting untuk meningkatkan proteksi bagi kelompok rentan.”

“Jadi vaksin booster untuk COVID, termasuk juga beberapa vaksin flu itu bisa dijadikan pilihan untuk meningkatkan perlindungan dan imunitas,” jelas Dicky.

Memasuki musim penghujan, lanjut Dicky, masyarakat juga diimbau untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh terutama jika ingin bepergian ke tempat dingin.

Selain dengan vaksinasi, peningkatan imunitas juga bisa dilakukan dengan gaya hidup sehat dengan makan gizi seimbang, olahraga, tidur cukup, dan minum cukup.

Sementara Hindari Bepergian ke China

Lebih lanjut, Dicky mengimbau masyarakat untuk tidak bepergian dulu ke tempat yang sedang terjadi kasus pneumonia seperti China utara, Beijing, dan sekitarnya.

“Sementara ini hindarilah bepergian ke negara yang sedang dilanda kasus seperti ini, seperti di China utara, Beijing, dan sekitarnya. Pilih tempat yang lain dulu kalau mau liburan.”

“Dan gunakan masker di pesawat, bandara, maupun lokasi-lokasi yang ramai itu akan membantu mengurangi risiko,” jelas Dicky.

Pencegahan penularan pneumonia ini cenderung mirip dengan COVID-19 karena penularannya pun serupa, melalui droplet.

“Bicara pencegahan, pakai masker dan kebiasaan cuci tangan jadi sangat penting. Ini sekali lagi mengingatkan kepada kita, kenormalan baru, perilaku hidup bersih sehat yang sudah kita raih di masa pandemi (COVID-19) ya harus terus dijaga bahkan diperkuat, dibudayakan, nah ini yang akan mencegah kasus-kasus menular seperti ini,” ucap Dicky.

Heboh Kasus Pneumonia Misterius di China dan ini 7 Gejalanya

Penularan Pneumonia

Seperti disinggung di atas, pneumonia menular melalui droplet. Pada pengidap pneumonia, patogennya ada di tenggorokan, hidung, dan ludah baik bakteri maupun virus.

“Virus atau bakteri itu enggak terbang sendiri, dia harus ada di cairan. Ukurannya sangat kecil dan bisa terlontarkan ke udara ketika yang sakit ini batuk, bersin, atau bicara. Karena ada di ludah, bisa pula menular karena berciuman atau berbagi makanan yang sama. Nah ini bisa jadi mekanisme penularan penyakit ini,” jelas Dicky.

Mengingat cara penularannya bisa melalui berbagi makanan yang sama, maka Dicky tak heran mengapa mayoritas pasien penyakit ini adalah anak-anak.

“Tidak heran kalau pada anak-anak kasusnya cepat. Ya karena anak sering makan bareng dan dekat lagi. Nah ini yang jadi cara penularan dari pneumonia ini.”

Umumnya Bisa Sembuh Sendiri

Kabar baiknya, risiko pneumonia pada pasien umumnya tidak fatal. Bahkan sebagian besar bisa sembuh sendiri.

Dengan catatan kondisi pasien bagus dan tidak mengalami gangguan imunitas.

“Sebagian kecil ada yang memang harus diberikan antibiotik. Bahkan, sebagian kecil lagi harus dirawat.”

“Dalam konteks di China, apakah ini fatal dan angka kematiannya tinggi? Tidak. Saat ini tidak ditemukan hal yang signifikan dalam konteks kematian, tapi kasus rawatan rumah sakitnya meningkat.”

Salah satu penyebab meningkatnya angka rawat inap di China adalah mycoplasma pneumonia yang diduga resisten terhadap antibiotik.

Mycoplasma adalah penyakit penyebab umum infeksi pernapasan sebelum COVID-19, yang mana kejadian insidensi tadinya 8,6 persen, kemudian insidensi turun jadi 0,7 persen pada tahun 2021-2022.

Di samping dugaan resistensi antibiotik, dugaan lainnya adalah karena kondisi kesehatan anak secara umum serta daya tahan tubuhnya menurun.

“Bisa karena memang sedang musim dingin atau karena pernah mengalami infeksi COVID sebelumnya, jadi ini beberapa faktor yang terjadi,” ujarnya.

Heboh Kasus Pneumonia Misterius di China dan ini 7 Gejalanya

Share: