Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

AI di 62-Indonesia Harus Bernapaskan Pancasila

AI di 62-Indonesia Harus Bernapaskan Pancasila – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sedang dalam proses menyusun aturan etika terkait kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) yang akan diterapkan di Indonesia.

AI di 62-Indonesia Harus Bernapaskan Pancasila

AI di 62-Indonesia Harus Bernapaskan Pancasila

Hal ini diungkapkan Kepala Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Hary Budiarto.

Ia menyebutkan, Wamenkominfo Nezar Patria, ditugaskan menyusun aturan tersebut.

“Di UK kemarin ada forum internasional di bidang AI, Pak Wamen (Nezar Patria) bertugas untuk menyusun etika-etika AI yang akan dilaksanakan di Indonesia. Tahun 2020 juga saya mengikuti sidang UNESCO bersama Kementerian Luar Negeri untuk menentukan trustworthy AI itu seperti apa. Kami harus mengadopsi itu karena kita menjadi anggota UN, dan UNESCO adalah salah satu cabang dari UN, maka kita sebagai anggota harus sepakati itu,” sebutnya di acara TechTalk ‘AI Ethic’ di Gedung B.J. Habibie, Kamis (23/11).

Ia menyebutkan, etika AI mengacu pada Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial yang saat ini sedang dalam tahap Rancangan Perpres.

Rancangan Perpres ini sudah dibahas sejak 2020 (oleh BPPT), dan terdapat empat pilar penting untuk mencapai percepatan ini, yakni iklim kepercayaan, talenta, ekosistem data dan infrastruktur, ekosistem riset dan inovasi.

“Mengacu pada Stranas AI, yang pertama adalah menyangkut kepercayaan dari masyarakat sehingga etika itu sangat penting. Jadi tentunya etika ini sudah kita pasang di dalam pilar-pilar Stranas. Semua lembaga mengikuti acuan Stranas agar kita menuju satu sasaran,” ujarnya.

Hary juga menyebut sejumlah poin penting yang harus ada pada aturan etika AI yang nantinya akan diterapkan di Indonesia. Salah satunya adalah harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

“Etika AI itu nantinya harus berorientasi pada kemaslahatan manusia, harus bernapaskan nilai-nilai Pancasila, harus andal, aman, terbuka dan dipertanggungjawabkan, harus ada kesinergian antar pemangku kepentingan, kemudian juga menerapkan asas-asas yang ada di UU No.11 tahun 2019. Jadi ini adalah framework yang dibuat di dalam Stranas dan nanti ini akan berkembang,” tutupnya.

AI di 62-Indonesia Harus Bernapaskan Pancasila

Wamenkominfo Bocorkan Isi Aturan Penggunaan AI di Indonesia

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) tengah menyusun Surat Edaran Menteri Komunikasi dan Informatika terkait penggunaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) di Indonesia.

Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkominfo) Nezar Patria, mengungkapkan bocoran isi dari surat edaran kecerdasan buatan tersebut.

Diharapkan, itu akan menjadi panduan etika untuk organisasi dan perusahaan yang menggunakan teknologi AI.

“Di dalamnya terkandung pengertian kecerdasan artifisial serta panduan umum nilai, etika, dan kontrol kegiatan konsultasi, analisis, dan pemrograman yang memanfaatkan kecerdasan artifisial,” ujar Nezar dalam siaran persnya, Jumat (24/11/2023).

Lebih lanjut, kata Nezar, surat edaran kecerdasan buatan ini akan menjadi tata kelola AI agar bermanfaat optimal.

Disampaikannya, di ranah global, United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) menerbitkan ‘Recommendation on the Ethics of AI’, yang kemudian diadopsi oleh 193 negara anggota sebagai kerangka Etika AI.

AI di 62-Indonesia Harus Bernapaskan Pancasila

“Dokumen UNESCO tersebut menjadi acuan pemerintah Indonesia untuk merancang tata kelola AI yang tetap mengutamakan aspek keamanan, proporsionalitas, transparansi, hak asasi manusia, kesetaraan, budaya, dan keberlanjutan di setiap tahapan sistem AI,” tuturnya.

Ia kemudian mencontohkan Singapura yang mengadopsi Singapore’s Model AI Governance Framework untuk memastikan peran manusia dalam pemanfaatan AI.

“Tiongkok juga baru saja mengeluarkan regulasi terkait generative AI, dan mitigasi risiko AI terhadap ketidakstabilan sosial. Sedangkan Uni Eropa saat ini tengah memroses kerangka regulasi terbarunya, yaitu European Union Act yang akan meregulasi AI berdasarkan tingkatan risikonya,” jelasnya.

Ia menyakini pemanfaatan teknologi AI akan memungkinkan untuk menciptakan sesuatu yang luar biasa.

Menurutnya, hal itu bisa terwujud jika melangkah bersama menghadirkan tata kelola pemanfaatan AI yang inklusif, produktif dan, memberdayakan.

“Saya sering mendapatkan pertanyaan mengenai bagaimana nantinya AI akan memberikan manfaat bagi masyarakat, mengingat tantangan yang harus diatasi tidaklah sedikit. Yang terpenting adalah kita sebagai manusia harus mempunyai keyakinan pada manusia, karena manusia pada dasarnya cerdas dan baik,” ucap Nezar.

Sebelum diterbitkan surat edaran kecerdasan buatan, Kominfo mengumpulkan para pemangku kepentingan untuk memberikan masukan dan menyempurnakan draft tersebut.

Menurutnya, dengan proses yang inklusif, Indonesia akan memiliki formula pedoman AI yang menjawab kebutuhan masyarakat, bangsa, dan negara.

AI di 62-Indonesia Harus Bernapaskan Pancasila

Gawat, Pencipta ChatGPT Disebut Bikin AI yang Bahayakan Manusia

Apakah perusahaan OpenAI pembuat ChatGPT telah berhasil membuat kecerdasan buatan baru yang mengerikan? Hal itu menjadi pembahasan setelah ada kabar bahwa sebelum CEO OpenAI Sam Altman dipecat.

Beberapa staf peneliti menulis surat ke dewan direksi, memperingatkan penemuan AI kuat yang menurut mereka dapat mengancam umat manusia.

Hal itu didapatkan Reuters dari dua sumber terkait yang mengetahui permasalahan itu.

Sumber itu menilai surat bersangkutan menjadi salah satu alasan dewan OpenAI memutuskan memecat Altman.

Altman sudah kembali menjadi CEO OpenAI, setelah lebih dari 700 karyawan telah mengancam untuk berhenti dan bergabung dengan Microsoft sebagai solidaritas dengan pemimpin mereka yang dipecat.

Kecerdasan buatan baru itu dilaporkan belum dimengerti sepenuhnya bagaimana konsekuensinya jika dikomersialkan.

OpenAI membenarkan keberadaan proyek tersebut yang diberi nama Q.

Seperti dikutip detikpulsa dari Reuters, beberapa orang di OpenAI metakini Q bisa menjadi terobosan penting dalam upaya mereka menciptakan artificial general intelligence atau AGI, yaitu sistem otonom yang melampaui kecerdasan manusia.

Menurut sang sumber, dengan dibekali jaringan komputer besar, model AI baru ini bisa menyelesaikan masalah matematika.

Walaupun soal matematika itu belum begitu rumit, peneliti OpenAI sangat optimis sistem ini akan semakin canggih.

Para peneliti menganggap matematika sebagai terobosan pengembangan AI generatif. Saat ini, AI generatif sudah lancar menulis dan menjawab pertanyaan dalam beberapa variasi.

Namun dengan menguasai matematika, di mana hanya ada satu jawaban yang benar, berarti AI akan memiliki kemampuan penalaran lebih besar seperti kecerdasan manusia.

Berbeda dengan kalkulator yang dapat menyelesaikan sejumlah operasi terbatas, AGI dapat menggeneralisasi, mempelajari, dan memahami permasalahan matematika.

Dalam surat mereka kepada dewan, para peneliti mengulas kehebatan dan potensi bahaya AI semacam itu.

Memang telah lama ada diskusi di kalangan ilmuwan komputer tentang bahaya mesin yang sangat cerdas, misalnya jika mereka memutuskan kehancuran umat manusia adalah demi kepentingan mereka.

Altman sendiri memimpin upaya untuk menjadikan ChatGPT salah satu aplikasi perangkat lunak dengan pertumbuhan tercepat dalam sejarah dan menarik investasi dan sumber daya komputasi yang diperlukan dari Microsoft. Ini dalam rangka agar OpenAI bisa lebih cepat menciptakan AGI.

Altman pekan lalu menyampaikan pesan pada pertemuan puncak para pemimpin dunia di San Francisco bahwa ia yakin kemajuan besar AI sudah di depan mata.

“Kita semacam membuka tabir ketidaktahuan dan memajukan batas penemuan, dan melakukan hal ini merupakan kehormatan profesional seumur hidup,” katanya pada KTT APEC. Sehari kemudian, dewan memecat Altman sebelum merekrutnya lagi.

AI di 62-Indonesia Harus Bernapaskan Pancasila

Pentagon Siapkan Senjata AI yang Bisa Putuskan Bunuh Manusia

Penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam teknologi tempur masa depan bukan hal yang tidak mungkin, bahkan jadi andalan.

Di Amerika Serikat, Pentagon sedang menyiapkan alat tempur berbasis AI yang dapat mengambil keputusan untuk membunuh manusia atau tidak.

Menurut Wakil Menteri Pertahanan , Kathleen Hicks, alat tempur berbasis AI tersebut dipersiapkan AS untuk menghadapi Tentara Pembebasan Rakyat Tiongkok (PLA) jika konflik terjadi.

Hal ini dilakukan oleh AS dalam upaya mengimbangi PLA yang memiliki jumlah pasukan lebih besar seperti dilansir dari Insider.

“Kami akan melawan tentara PLA dengan tentara kami sendiri, tetapi kami akan lebih sulit untuk diantisipasi, lebih sulit untuk dipukul, lebih sulit dikalahkan (dengan AI),” ungkap Kathleen.

Dalam hal ini, AS mengembangkan drone AI yang dapat mengambil keputusan untuk membunuh manusia.

Walau begitu, Marsekal Frank Kendall, Kepala Staf Angkatan Udara AS menyatakan bahwa kemampuan tersebut hanya akan bisa dilakukan saat drone berada di bawah pengawasan manusia.

“Keputusan individu versus tidak melakukan keputusan individu adalah perbedaan antara menang dan kalah, Anda tidak akan kalah,” ungkap Frank.

Beberapa negara juga berupaya untuk melobi PBB agar aturan mengenai pembatasan drone berbasis AI yang dapat mengambil keputusan untuk membunuh manusia dilonggarkan.

Walau begitu, AS beserta beberapa negara seperti Rusia, Australia dan Israel berada di pihak yang menentang lobi beberapa negara lain tersebut.

Seorang pengamat negosiasi dari Austria, Alexander Kmentt mengatakan bahwa peran manusia dalam menggunakan senjata masih penting. Kepentingan tersebut mencakup masalah hukum dan etika.

“Apa peran manusia dalam penggunaan kekuatan itu adalah masalah keamanan yang sangat mendasar, masalah hukum dan masalah etika.” ungkap Kmentt.

Di front pertempuran Ukraina dengan Rusia, terdapat laporan bahwa drone berbasis AS sudah digunakan oleh pasukan Ukraina dalam melawan Rusia. Namun, informasi ini tidak ditanggapi oleh Pentagon.

AI di 62-Indonesia Harus Bernapaskan Pancasila

Share: