- 6 Fakta Hotel Sultan SAH Diambil Pemerintah
- 1. Bantah menggunakan aset negara tanpa alas hak atau melawan hukum
- 2. Sudah mengajukan permohonan pembaharuan HGB Nomor 26 Gelora dan HGB Nomor 27 Gelora
- 3. Bantah tidak mengeluarkan uang untuk mendapatkan HGB Nomor 26 Gelora dan HGB Nomor 27 Gelora
- 4. Soal pengosongan lahan, Hotel Sultan sebut tidak ada dalam penetapan pengadilan
- 5. Bantah adanya potensi tindak pidana baru
- 6. Pihak Hotel Sultan siap bertemu dengan pemerintah
- Sah! Pemerintah Ambil Alih Hotel Sultan
6 Fakta Hotel Sultan SAH Diambil Pemerintah – Pemerintah resmi ambil alih pengelolaan Hotel Sultan yang berlokasi di kawasan Gelora Bung Karno, Jakarta Pusat.
Hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama pada Maret 2023 lalu. Menurutnya, pengelolaan jatuh ke tangan pemerintah setelah memenangkan sengketa lahan dengan PT Indobuildco.
Satya menjelaskan, bahkan dalam amar putusan PK-1 majelis hakim MA itu, PT Indobuildco dihukum untuk membayar royalti kepada Kemensetneg dalam hal ini kepada PPK GBK.
“Perlu kami sampaikan bahwa semua fakta dan argumen yang disampaikan sudah dipertimbangkan oleh pengadilan dalam putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap melalui Putusan Peninjauan Kembali (PK-1) tanggal 23 November 2011,” jelas Setya, Sabtu (18/3).
Dengan putusan ini, maka menandai kepemilikan baru Hotel Sultan adalah pemerintah setelah selama ini dimiliki oleh pihak swasta.
Awal Mula Pembangunan Hotel Sultan hingga Dikuasai Swasta
Berdasarkan DetikPulsa yang mengutip arsip Gatra (2005), Hotel Sultan selama ini dikuasai oleh keluarga Sutowo. Di mana, pembangunannya menggunakan uang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Awal mulanya, Hotel Sultan dibangun dengan tujuan untuk menjamu para tamu konferensi pariwisata se-Asia Pasifik pada 1971 silam yang rencananya dihadiri sekitar 3.000 orang.
Saat itu, Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah tapi tidak memiliki banyak hotel berskala internasional untuk menampung para tamu.
Karenanya, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin yang saat itu menjabat mengajukan surat kepada Pertamina untuk membangun hotel untuk menjamu para tamu. Kala itu, Direktur Utama Pertamina dijabat oleh Ibnu Sutowo (1968-1978).
Ali mengajukan pembangunan hotel kepada Pertamina karena perusahaan negara tersebut sedang berada di masa kejayaan dan tengah banyak uang. Apalagi, pihak swasta memang tidak diperbolehkan membangun hotel di lahan milik negara.
Permintaan Ali pun disetujui oleh Ibnu dan pada 1973 pembangunan hotel tersebut dimulai di bawah bendera PT Indobuild Co.
Dalam kesaksian Ali Sadikin, berdasarkan arsip (30/1/2007), dia awalnya percaya kalau PT Indobuild Co milik Pertamina.
Namun, saat hotel tersebut berdiri pada 1976 dia merasa ditipu Sutowo karena ternyata PT Indobuild Co bukan milik BUMN tersebut.
“Saya baru tahu Indobuild Co itu bukan Pertamina. Iya, saya tertipu,” kata Ali Sadikin.
Berdasarkan buku Kiprah Keluarga Ibnu Sutowo oleh Tempo, hotel itu memiliki 1.104 kamar, sembilan ruang banquet dan satu ballroom, fasilitas olahraga dan rekreasi, serta beragam fasilitas hotel Bintang lima lainnya.
Hotel tersebut kemudian bekerja sama dengan jaringan hotel internasional, Hilton Hotels Corporation, yang membuat hotel di Senayan itu awalnya diberi nama Hotel Hilton.
Dari sinilah kontroversi hotel yang kini bernama Hotel Sultan itu berawal. Pemerintah memperbolehkan pihak swasta membangun dan mengelola bangunan di lahan negara. Bahkan, PT Indobuild Co diberi HGB selama 30 tahun.
PT Indobuild Co sendiri adalah milik keluarga Ibnu Sutowo, tepatnya dikelola langsung oleh anaknya, Pontjo Sutowo. Dengan kata lain, hotel tersebut bukan menjadi milik negara, tetapi malah dikendalikan keluarga Sutowo.
Setelah kontroversi berlangsung puluhan tahun, akhirnya saat ini pemerintah berhasil memenangkan hak kelola Hotel Sultan tersebut.
Perseteruan terkait lahan yang digunakan oleh Hotel Sultan di Kawasan Senayan masih berlanjut. Kini, pihak PT Indobuildco atau pengelola Hotel Sultan pun angkat bicara.
Terdapat beberapa hal yang disampaikan oleh pihak pemerintah sebelumnya, seperti PT Indobuildco menguasai aset negara tanpa alas hak.
Kuasa Hukum PT Indobuildco, Hamdan Zoelva dan Amir Syamsudin pun membantah hal tersebut. Menurut mereka, hal itu adalah keliru.
6 Fakta Hotel Sultan SAH Diambil Pemerintah
detikpulsa sudah merangkum fakta-fakta terkait pihak Hotel Sultan yang angkat bicara soal Hak Guna Bangunan (HGB) yang sudah habis masa pakainya.
Berikut fakta-faktanya.
1. Bantah menggunakan aset negara tanpa alas hak atau melawan hukum
Hamdan Zoelva menuturkan, PT Indobuildco menguasai dan mengelola lahan seluas 13,7 hektar di Kawasan Gelora Senayan berdasarkan pemberian Hak Guna Bangunan (HGB) No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora oleh negara secara sah selama masa pemberian selama 30 tahun sampai tahun 2002, masa perpanjangannya 20 tahun sampai 2023, dan masa pembaharuan haknya selama 30 tahun sampai 2053 sesuai dengan pasal 37 ayat 1 dan pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 dan Pendaftaran Tanah juncto Undang-undang Nomor 11 tahun 2022 tentang Cipta Kerja.
“PT Indobuildco menolak dengan tegas tuduhan menguasai lahan yang tidak sah. Kami kuasa hukum menolak dengan tegas tuduhan tersebut karena saat ini PT Indobuildco menguasai lahan berdasarkan alas hak yang sah, yaitu HGB Nomor 26 Gelora dan HGB Nomor 27 Gelora yang saat itu sedang diproses pembaharuan haknya selama 30 tahun,” tuturnya dalam konferensi pers di Hotel Sultan, Jakarta, Jumat (15/9/2023).
2. Sudah mengajukan permohonan pembaharuan HGB Nomor 26 Gelora dan HGB Nomor 27 Gelora
Hamdan juga menuturkan, PT Indobuildco sudah mengajukan permohonan pembaharuan HGB Nomor 26 Gelora dan HGB Nomor 27 Gelora di atas tanah negara tersebut kepada kepala Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta pada 1 April 2021. Hal ini, jauh sebelum masa berlaku HGB Hotel Sultan berakhir pada tahun 2023.
Permohonan tersebut telah direspons oleh BPN Provinsi DKI Jakarta, namun hingga saat ini masih belum keluar status permohonannya, apakah dikabulkan atau ditolak.
“Dan permohonan pembaharuan hak dari PT Indobuildco telah direspons untuk dilakukan data fisik dan data yuridis sesuai surat Kepala Kanwil ATR/BPN Provinsi DKI Jakarta pada 28 November 2022,” paparnya.
“Dengan demikian, status tanah kepemilikan hak atas HGB nomor 26 dan HGB nomor 27 Gelora secara hukum tidak keluar sehingga tidak benar apabila PT Indobuildco menguasai aset negara tanpa hak dan melawan hukum,” tegasnya.
3. Bantah tidak mengeluarkan uang untuk mendapatkan HGB Nomor 26 Gelora dan HGB Nomor 27 Gelora
Hamdan dan Amir turut membantah tuduhan PT Indobuildco yang tidak membayar sepeserpun untuk mendapatkan HGB Nomor 26 Gelora dan HGB Nomor 27 Gelora. Hamdan bahkan menyebut klaim itu tidak benar dan tidak berdasar.
Hal itu karena pada tahun 1971, PT Indobuildco diminta dan ditugaskan oleh Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin untuk membangun fasilitas bertaraf internasional berupa gedung konferensi (Conference Hall) dan hotel bertaraf internasional dan showroom seluas 1.000 m2 untuk dipergunakan dalam suatu event internasional pada tahun 1974 Konferensi PATA (Pasific Area Travel Associations).
Sebagai gantinya, PT Indobuildco diberikan izin penunjukkan dan penggunaan Tanah Eks-JAKINDRA di Komplek Gelora Senayan Jalan Jenderal Sudirman seluas kurang lebih 13 hektar dari Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk jangka waktu 30 tahun. Apabila berakhir haknya dapat diperpanjang sesuai peraturan yang berlaku.
“Atas penunjukkan tersebut PT Indobuildco membayar kepada Pemerintah DKI Jakarta atau Yayasan Gelora Senayan dan lain-lain sebesar US$ 1.500.000. Kemudian, yang kedua PT Indobuildco diminta untuk membangun balai sidang. Dan PT Indobuildco membayar kepada Sekretariat Negara sebesar US$ 6.000.000, jadi totalnya adalah US$ 7.500.000 dalam rangka memperoleh HGB Nomor 26 dan 27 Gelora,” ungkap Hamdan.
4. Soal pengosongan lahan, Hotel Sultan sebut tidak ada dalam penetapan pengadilan
Pihak Hotel Sultan melalui kuasa hukumnya, Hamdan Zoelva menuturkan, kliennya tidak pernah menerima penetapan pengadilan yang menyatakan untuk mengosongkan lahan yang ditempatinya.
Hal itu baik berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor 276 PK/PDT/2011 atau Putusan Peninjauan Kembali Nomor 187 PK/Pdt/2014 atau Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 837 PK/Pdt/2020 maupun Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Nomor 408 PK/Pdt/2022.
“Hal ini dikarenakan putusan-putusan peninjauan kembali perkara perdata tersebut di atas sama sekali tidak ada petitum putusan yang menghukum atau memerintahkan PT Indobuildco agar mengosongkan seluruh bidang tanah HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora tersebut.
Hal ini tidak akan terjadi karena Putusan Perdata Peninjauan Kembali tersebut di atas juga tidak membatalkan HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora atas nama PT. Indobuildco,” ujar Hamdan.
5. Bantah adanya potensi tindak pidana baru
Terkait dengan adanya potensi pidana baru, baik perdata maupun pidana, Hamdan menyampaikan bahwa Pontjo Sutowo selaku pemilik PT Indobuildco pernah didakwa melakukan perbuatan pidana terkait dengan perpanjangan HGB Nomor 26 Gelora dan HGB Nomor 27 Gelora, namun atas perkara tersebut sudah diputuskan bebas tidak bersalah oleh pengadilan.
“Demikian juga pejabat Kepala Kanwil BPN Provinsi DKI Jakarta yang memberikan perpanjang HGB 26 dan 27 juga dibawa ke pengadilan tapi pada akhirnya juga diputus bebas, dengan terbuktinya fakta bahwa proses perpanjangan HGB pada tahun 2002-2003 itu sah, sehingga baik Pak Pontjo maupun KaKanwil DKI yang dituduh korupsi itu bebas karena tindakan hukumnya tidak ada yang salah,” terang Hamdan.
Menurut Hamdan, negara justru dapat dianggap melawan hukum apabila permohonan pembaharuan HGB 26 Gelora dan HGB 27 Gelora tidak diproses oleh Kementerian ATR/BPN.
“Dan kami merasa untuk melakukan gugatan tersendiri. Apabila negara ingin mengakhiri jangka waktu berlakunya HGB No. 26/Gelora dan HGB Nomor 27/Gelora maka negara wajib memberi ganti rugi kepada pemilik hak tanpa mengurangi kualitas diri dari pemilik hak,” ungkapnya.
“Bila dalam kawasan yang sama, HGB No. 26/Gelora dan HGB No. 27/Gelora atas nama PT Indobuildco tidak diproses permohonan pembaruannya, sementara HGB-HGB lain di kawasan Senayan diizinkan untuk diperpanjang atau diperbaharui oleh negara, maka tentu saja terjadi perlakuan diskriminatif negara kepada warga negara,” paparnya.
6. Pihak Hotel Sultan siap bertemu dengan pemerintah
Hamdan menyebutkan, apabila pihak pemerintah, dalam hal ini Kementerian Sekretariat Negara, Kementerian ATR/BPN, maupun PPKGBK ingin mengadakan dialog, pihaknya siap untuk bertemu.
Ia juga mengatakan, pihaknya masih menunggu kabar dari Kementerian Sekretariat Negara untuk bertemu guna membahas permasalahan ini.
Namun, hingga saat ini masih belum ada kabar kapan untuk bertemunya.
“Segera setelah ini, kami akan mencoba untuk berbicara dengan Sekretariat. Mudah-mudahan bisa selesai dengan sebaik-baiknya. Kita prinsipnya PT Indobuildco sangat terbuka untuk berbicara dengan Sekretariat Negara untuk selesaikan masalah ini,” kata Hamdan.
Sah! Pemerintah Ambil Alih Hotel Sultan
Pemerintah akan segera mengelola sendiri Hotel Sultan yang berlokasi di kawasan Senayan, Jakarta Pusat.
Hal ini dilakukan setelah pemerintah memenangkan gugatan putusan Peninjauan Kembali (PK) atas sengketa lahan Blok 15 Kawasan Gelora Bung Karno atau bangunan Hotel Sultan dari PT Indobuildco.
Dengan putusan tersebut, Hak Guna Bangunan (HGB) Hotel Sultan ditetapkan secara sah dimiliki oleh negara dalam hal ini Kementerian Sekretariat Negara.
“Pimpinan telah memutuskan dengan berakhirnya HGB nomor 27/Gelora/2006 dan nomor 26/Gelora akan mengelola sendiri. Jadi Kementerian Sekretariat Negara akan mengelola sendiri dalam hal ini PPK GBK (Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno,” ungkap Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama saat jumpa pers di Kemensetneg, Jakarta, seperti dikutip Minggu (5/3/2023).
“Dengan ketentuan bisa dikerjasamakan dengan pihak lain yang memiliki kompetensi untuk mengelola kawasan, mengelola hotel, dan residen, serta aset-aset lain yang berada di atas HPL 1 dan di Blok 15,” imbuhnya.
Saat ini pihaknya bersama Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) juga masih menjajaki untuk melakukan pengecekan fisik, juga melakukan audit dari Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP).
Selain itu rencana pengelolaan ini sejalan dengan dengan upaya merevitalisasi kawasan GBK untuk kepentingan negara, baik untuk olahraga maupun non olahraga serta berbagai kegiatan kenegaraan dan internasional.
“Kita bersama-sama dengan Kementerian Keuangan mencari modal kerja sama terbaik untuk mendapatkan nantinya manfaat seoptimal mungkin bagi hasil negara ini,” tuturnya.
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM sekaligus Ketua Dewan Pengawas Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPK GBK) Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan Hotel Sultan sudah sah menjadi milik pemerintah.
Dia bilang Menteri Sekretaris Negara Pratikno telah membentuk tim transisi terkait pengelolaan Hotel Sultan.
“Sama sekali tidak, karena ibarat makanan gugatan yang diajukan itu makanan basi. Itu sudah pernah diputus dalam putusan PN Jaksel No 952/2006 dan itu juga ketika dalam PK Pertama itu semua sudah dikukuhkan mengenai hak kepemilikan dari Kementerian Sekretariat Negara,” ucap Edward.
Pada kesempatan yang sama, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Feri Wibisono menjelaskan berdasarkan bukti yang ada dan telah diperiksa bahwa tanah wilayah GBK, termasuk Hotel Sultan itu Hak Guna Bangunannya telah habis masa berlakunya.
Dia juga beranggapan bahwa gugatan yang dilayangkan Pontjo Sutowo tidak lagi layak diperiksa PTUN.
Feri juga menjelaskan keputusan pengadilan bahwa Hak Pengelolaan (HPL) atas tanah itu berada atas nama Kementerian Sekretariat Negara.
Serta ada catatan selama 2007 – 2023 PT Indobuildco tidak lagi membayar royalti kepada negara dalam hal ini Kementerian Sekretariat Negara.
Sementara itu, Wakil Menteri Hukum dan HAM sekaligus Ketua Dewan Pengawas Pusat Pengelolaan Kompleks Gelora Bung Karno (PPK GBK) Edward Omar Sharif Hiariej menegaskan Hotel Sultan sudah sah menjadi milik pemerintah.
Dia bilang Menteri Sekretaris Negara Pratikno telah membentuk tim transisi terkait pengelolaan Hotel Sultan.
“Sama sekali tidak, karena ibarat makanan gugatan yang diajukan itu makanan basi. Itu sudah pernah diputus dalam putusan PN Jaksel No 952/2006 dan itu juga ketika dalam PK Pertama itu semua sudah dikukuhkan mengenai hak kepemilikan dari Kementerian Sekretariat Negara,” ucap Edward.
Pada kesempatan yang sama, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Feri Wibisono menjelaskan berdasarkan bukti yang ada dan telah diperiksa bahwa tanah wilayah GBK, termasuk Hotel Sultan itu Hak Guna Bangunannya telah habis masa berlakunya.
Dia juga beranggapan bahwa gugatan yang dilayangkan Pontjo Sutowo tidak lagi layak diperiksa PTUN.
Feri juga menjelaskan keputusan pengadilan bahwa Hak Pengelolaan (HPL) atas tanah itu berada atas nama Kementerian Sekretariat Negara.
Serta ada catatan selama 2007 – 2023 PT Indobuildco tidak lagi membayar royalti kepada negara dalam hal ini Kementerian Sekretariat Negara.