7 Daftar Ormas Agama Menolak dan Menerima Izin Tambang Jokowi – Presiden Joko Widodo ( Jokowi) memberikan izin kepada organisasi keagamaan untuk mengelola tambang dengan memberikan akses istimewa berupa karpet merah.
7 Daftar Ormas Agama Menolak dan Menerima Izin Tambang Jokowi
Langkah ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 yang mengubah PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Pasal 83A dalam aturan tersebut memberikan kesempatan kepada organisasi keagamaan untuk memperoleh Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
Sejumlah organisasi keagamaan memberikan tanggapan terhadap kebijakan Presiden Jokowi terkait ijin pengelolaan tambang ini. Beberapa di antaranya sudah mengumumkan sikap mereka, baik menolak maupun menerima, sementara yang lain masih dalam tahap mempertimbangkan.
PBNU, Persis dan PHDI mendukung
Dukungan terhadap kebijakan pemberian izin tambang kepada organisasi keagamaan datang dari berbagai pihak, termasuk Persatuan Nahdlatul Ulama (PBNU), Persatuan Islam (Persis), dan Parisada Hindi Dharma Indonesia (PHDI).
Yahya Cholil Staquf, yang juga dikenal sebagai Gus Yahya, selaku Ketua Umum PBNU, menyatakan bahwa pihaknya telah mengajukan permohonan izin pengelolaan lahan tambang kepada pemerintah.
Menurutnya, langkah ini diambil seiring dengan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 tahun 2021 yang memungkinkan organisasi keagamaan memperoleh konsesi tambang.
Gus Yahya menjelaskan bahwa PBNU, sebagai organisasi keagamaan dan sosial, memiliki berbagai kebutuhan yang memerlukan dana halal sebagai sumber pendapatan untuk mendukung berbagai kegiatan, baik di bidang agama maupun kemasyarakatan.
Atip Latipulhayat, Wakil Ketua Umum PP Persis, juga mendukung kebijakan pemerintah dalam memberikan izin tambang kepada organisasi keagamaan.
Atip menilai bahwa pemberian izin tambang kepada kelompok keagamaan merupakan langkah yang adil, mengingat sebelumnya hanya kelompok bisnis yang mendapat izin dari pemerintah.
Persis berencana untuk mengajukan izin pengelolaan tambang setelah melakukan persiapan internal yang matang. Atip menegaskan bahwa organisasi keagamaan seperti Persis juga memiliki peran dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui kontribusi dalam bidang pendidikan dan ekonomi.
PHDI juga mengungkapkan dukungannya terhadap kebijakan tersebut dengan syarat bahwa pemerintah harus memberikan perlindungan dan bimbingan yang memadai kepada organisasi keagamaan yang terlibat.
“Kami mendukung langkah pemerintah, selama itu dilakukan dengan keadilan dan kesetaraan,” kata Suresh Kumar, Ketua Bidang Organisasi PHDI, dalam wawancara dengan CNNIndonesia.com pada hari Senin (3/6).
Suresh juga menyoroti pentingnya memastikan bahwa pengelolaan tambang dilakukan secara bertanggung jawab dan memperhatikan keberlanjutan lingkungan.
KWI dan HKBP menolak
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), wakil resmi agama Katolik di Indonesia, telah menegaskan penolakannya terhadap tawaran tersebut.
Menurut Sekretaris Komisi Keadilan dan Perdamaian, Migrant, dan Perantau serta Keutuhan Ciptaan KWI, Marthen Jenarut, gereja Katolik selalu mendorong tata kelola pembangunan yang sesuai dengan prinsip berkelanjutan (sustainability).
“Pertumbuhan ekonomi tidak boleh mengorbankan kehidupan masyarakat dan kelestarian lingkungan hidup. Oleh karena itu, KWI tampaknya tidak tertarik untuk menerima tawaran tersebut,” ujar Marthen melalui keterangan tertulis pada Rabu (5/6).
Marthen menegaskan bahwa KWI adalah sebuah lembaga keagamaan yang memiliki peran-peran seperti tugas-tugas kerasulan diakonia (pelayanan), kerygma (pemberitaan), liturgi (ibadah), dan martyria (kesaksian).
Fokus utama KWI tetap pada pemberitaan dan pelayanan guna menciptakan tata kehidupan yang berbudaya.
Sejalan dengan KWI, Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) juga menolak tawaran izin pengelolaan lahan tambang yang diajukan oleh Presiden Joko Widodo kepada organisasi keagamaan.
“Dengan kerendahan hati, kami menyatakan bahwa HKBP tidak akan terlibat dalam kegiatan pertambangan sebagai gereja,” ujar Ephorus HKBP Robinson Butarbutar dalam keterangan tertulis, seperti yang dikutip pada Senin (10/6).
Robinson menjelaskan bahwa terdapat sejumlah alasan mengapa HKBP menolak untuk terlibat dalam pengelolaan tambang.
Pertama, berdasarkan Konfesi tahun 1996, salah satu tugas HKBP adalah turut bertanggung jawab dalam menjaga lingkungan yang telah dieksploitasi atas nama pembangunan.
Ia menyatakan bahwa eksploitasi yang telah berlangsung selama bertahun-tahun telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan menyebabkan pemanasan global yang tidak terkendali, yang harus ditangani.
PGI tak mampu kelola tambang
Meskipun tidak secara tegas menyatakan penolakan, Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), yang mewakili agama Kristen di Indonesia, menilai bahwa pengelolaan tambang bukanlah bagian dari mandat pelayanan mereka.
Menurut Ketua Umum PGI, Gomar Gultom, PGI juga mengakui bahwa mereka tidak memiliki kapasitas untuk mengelola tambang.
“Ini benar-benar di luar lingkup tugas yang dimiliki oleh PGI,” ujar Gomar dalam pernyataannya pada Kamis (5/6).
Meskipun mengapresiasi keputusan Jokowi, PGI tidak berniat untuk terlibat dalam pengelolaan tambang. Gomar juga menyoroti peran PGI yang sering mendampingi korban dampak kegiatan tambang.
Sangat tidak masuk akal jika PGI terlibat dalam kegiatan tambang sementara masih memberikan pelayanan kepada korban dampak kegiatan tambang.
“PGI, jika terlibat sebagai pelaku kegiatan tambang, akan membuat PGI berhadapan dengan konflik internal yang parah dan menghadapi risiko kehilangan legitimasi moral,” tambahnya.
Muhammadiyah tak mau tergesa-gesa
Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, menegaskan bahwa mereka tidak akan buru-buru dalam menanggapi pemberian izin pengelolaan tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan.
Mu’ti menjelaskan bahwa Muhammadiyah belum memutuskan apakah akan menerima atau menolak tawaran tersebut.
“Mengukur langkah dengan hati-hati agar tidak menimbulkan potensi masalah bagi organisasi, masyarakat, bangsa, dan negara,” ujarnya dalam pernyataan resmi pada Minggu (9/6).
Ia menegaskan bahwa keputusan akhir akan ditentukan oleh PP Muhammadiyah sendiri.
Sebelum membuat keputusan, Mu’ti menekankan bahwa hal tersebut akan dipelajari secara menyeluruh dari berbagai sudut pandang dan aspek yang relevan.
“Dalam mengelola tambang, ormas keagamaan harus mematuhi persyaratan dan prosedur yang ketat, tidak akan diberikan secara otomatis,” tambahnya.