5 Fakta Unik Seputar Cap Go Meh – Tahun Baru Imlek tidak akan lengkap tanpa perayaan Cap Go Meh yang merupakan bagian penting dari tradisi Tionghoa.
Cap Go Meh biasanya diselenggarakan dua minggu setelah Tahun Baru Imlek, dan banyak yang menganggapnya sebagai puncak keceriaan dalam perayaan ini.
5 Fakta Unik Seputar Cap Go Meh
Dalam dialek Hokkian, Cap Go Meh secara harfiah berarti “15 hari atau malam setelah Imlek“. Kata ‘Cap’ berarti sepuluh, ‘Go’ adalah lima, dan ‘Meh’ mengacu pada malam.
Tradisi ini merujuk pada perayaan yang dilakukan pada tanggal 15 bulan pertama dalam kalender Imlek.
Dahulu, Cap Go Meh dirayakan secara tertutup di kalangan istana dan belum dikenal luas oleh masyarakat Tiongkok.
Namun, seiring berjalannya waktu, Cap Go Meh menjadi perayaan yang disambut dengan antusias oleh seluruh komunitas Tionghoa.
Perayaan Cap Go Meh memiliki makna khusus bagi masyarakat Tionghoa. Ini adalah waktu untuk merayakan kemenangan atas kejahatan dan mengusir roh jahat yang berkeliaran setelah Tahun Baru Imlek.
Selama perayaan Cap Go Meh, masyarakat Tionghoa mengadakan berbagai acara dan ritual tradisional.
Mereka berkumpul bersama keluarga dan teman-teman untuk makan bersama, menyaksikan pertunjukan barongsai, dan menikmati kembang api yang menyala di langit malam.
Bagi masyarakat Tionghoa, Cap Go Meh bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga kesempatan untuk mempererat hubungan keluarga dan memperkuat ikatan komunitas.
Tradisi ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari warisan budaya Tionghoa yang lestari. Berikut arti perayaan Cap Go Meh dan cara perayaannya.
Arti Perayaan Cap Go Meh
Perayaan Cap Go Meh atau Perayaan Lampion tidak hanya menjadi momen meriah di Indonesia, melainkan juga dirayakan di beberapa negara tetangga, termasuk Malaysia dan Singapura.
Di Tiongkok, perayaan ini dikenal dengan nama Festival Yuanxiao atau Festival Shangyuan. Pada awalnya, Festival ini adalah upacara penghormatan kepada Dewa Thai Yi, yang dianggap sebagai Dewa tertinggi di langit pada masa Dinasti Han (206 SM – 221 M).
Asal usul Cap Go Meh sendiri berasal dari tradisi yang dilakukan secara tertutup di kalangan istana. Pada awalnya, perayaan ini hanya dikenal oleh kalangan istana dan belum sampai kepada masyarakat umum.
Festival ini dilaksanakan pada malam hari, dan untuk menciptakan atmosfer yang meriah, banyak lampion dan lampu warna-warni digunakan. Lampion menjadi simbol kesejahteraan bagi seluruh anggota keluarga.
Seiring berakhirnya Dinasti Han, Cap Go Meh menjadi lebih dikenal oleh masyarakat luas.
Ketika perayaan ini tiba, masyarakat dapat menikmati pemandangan yang indah dengan lampion-lampion yang dihias secara artistik, sambil merayakan kegembiraan dan kebersamaan.
Perayaan ini menjadi momen bersenang-senang bagi masyarakat Tiongkok dan juga diadopsi oleh negara-negara dengan budaya Tionghoa di sekitarnya.
Perbedaan Cap Go Meh dan Imlek
Perbedaan antara perayaan Imlek dan Cap Go Meh tercermin dalam praktik dan tradisi yang berbeda.
Pada perayaan Imlek, umumnya orang-orang akan pergi ke kelenteng untuk melakukan sembahyang dan memanjatkan doa untuk keselamatan dan keberkahan di tahun yang baru.
Setelah sembahyang, mereka berkumpul bersama keluarga untuk makan bersama dan merayakan momen penting ini.
Sementara itu, saat Cap Go Meh, orang-orang membawa persembahan khusus berupa kue keranjang ke kelenteng. Mereka melakukan sembahyang sebagai tanda ucapan syukur dan permohonan keselamatan.
Tradisi ini telah berlangsung sejak zaman dulu, karena dipercaya bahwa jika anak kecil tidak makan kue keranjang, matanya dapat menjadi belekan.
Oleh karena itu, masih banyak orang yang membawa kue keranjang sebagai persembahan pada perayaan Cap Go Meh.
Setelah upacara sembahyang selesai, biasanya terdapat acara makan kue keranjang. Kue ini dapat dimakan langsung atau digoreng terlebih dahulu sesuai selera.
Beberapa orang juga membagikan kue keranjang secara gratis kepada warga sekitar sebagai bagian dari tradisi kebaikan dan berbagi dalam perayaan Cap Go Meh.
Cara Merayakan Cap Go Meh
Perayaan Festival Cap Go Meh di Indonesia memperlihatkan keberagaman tradisi dan kebudayaan yang kaya serta beragam.
Pada dasarnya, Cap Go Meh dirayakan oleh umat Tionghoa di Indonesia, khususnya di kelenteng atau wihara yang tersebar di berbagai kota.
Tradisi ini sering kali diiringi dengan berbagai prosesi dan atraksi yang menjadi ciri khas perayaan ini.
Salah satu tradisi yang umum dilakukan adalah kirab atau prosesi turun ke jalan raya. Selama prosesi ini, umat membawa Kio atau Usungan yang berisi arca-arca dewa yang dipanjatkan dalam ritual persembahan.
Di beberapa kota, seperti Jakarta dan Manado, terdapat atraksi menarik yang dikenal sebagai ‘lokthung’ atau ‘thangsin’.
Dalam atraksi ini, seseorang bertindak sebagai medium perantara dan diyakini dirasuki oleh roh dewa.
Mereka melakukan atraksi yang dramatis, seperti sayat lidah atau memotong lengan, yang menjadi bagian dari ekspresi kepercayaan dan spiritualitas dalam perayaan ini.
Selama perayaan Cap Go Meh, Tarian Barongsai dan Liong menjadi pemandangan yang umum dijumpai. Keduanya melambangkan kebahagiaan, kegembiraan, serta kekuatan dan kekuasaan.
Permainan tradisional dan makanan khas, seperti onde-onde, juga menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan ini.
Onde-onde, misalnya, seringkali dibuat secara bersama-sama oleh anggota keluarga, menandakan semangat kebersamaan dan tradisi gotong-royong dalam budaya Tionghoa.
Sementara itu, kehadiran kembang api dan petasan memeriahkan suasana dan diyakini memiliki makna membersihkan energi negatif.
Selain itu, perayaan ini juga menjadi momen refleksi dan penghormatan terhadap leluhur serta tradisi nenek moyang.
Dengan demikian, Cap Go Meh tidak hanya sekadar perayaan, tetapi juga merupakan bagian penting dari identitas dan warisan budaya Tionghoa di Indonesia.
Fakta Seputar Cap Go Meh
Tentu saja! Cap Go Meh merupakan salah satu perayaan yang sangat penting dalam budaya Tionghoa dan seringkali disambut dengan penuh semangat dan kegembiraan.
Dalam dialek Hokkien, Cap Go Meh memiliki arti harfiah “malam ke-15”, yang mengacu pada tanggal perayaannya.
Perayaan Cap Go Meh selalu dirayakan pada hari ke-15 setelah perayaan Imlek, sehingga menjadi penutup yang meriah dari rangkaian acara tahun baru Tionghoa.
Tradisi ini dianggap sebagai momen penting untuk mengungkapkan rasa syukur dan harapan agar segala urusan dan keinginan di masa mendatang dapat terwujud dengan lancar.
Acara Cap Go Meh sering kali diselenggarakan dengan penuh keceriaan dan semarak, dengan berbagai kegiatan seperti kirab, upacara persembahan, tarian tradisional, dan atraksi budaya lainnya.
Bagi masyarakat Tionghoa, Cap Go Meh merupakan waktu untuk berkumpul bersama keluarga dan teman-teman, berbagi kebahagiaan, dan mempererat ikatan sosial.
Dengan maknanya yang mendalam dan kegembiraannya yang luar biasa, Cap Go Meh menjadi salah satu momen yang ditunggu-tunggu dan dirayakan dengan antusias setiap tahunnya oleh komunitas Tionghoa di berbagai belahan dunia.
1. Sejarah awal mula Cap Go Meh
Sejarah Cap Go Meh mengakar pada sebuah ritual penghormatan yang dilakukan terhadap Dewa Thai Yi pada zaman Dinasti Han pada abad ke-17.
Pada awalnya, perayaan ini diselenggarakan secara tertutup di kalangan istana dan para raja sebagai momen yang sangat sakral.
Namun, ketika masa pemerintahan Dinasti Han berakhir, perayaan Cap Go Meh secara bertahap mulai dikenal oleh masyarakat umum dan dirayakan secara lebih luas oleh berbagai kalangan.
Proses ini membawa perayaan tersebut keluar dari lingkup istana dan menjadi bagian dari tradisi yang diwarisi dan dirayakan oleh masyarakat Tionghoa secara keseluruhan.
Dengan demikian, Cap Go Meh menjadi lebih dari sekadar ritual yang terbatas pada kalangan istana, melainkan menjadi perayaan yang meriah dan penting bagi seluruh komunitas Tionghoa.
Pergeseran ini menandai transformasi perayaan dari aspek keagamaan dan keistanaan menjadi tradisi budaya yang dihargai dan dirayakan oleh banyak orang.
2. Meriahnya gemerlap festival lampion
Tidak hanya identik dengan warna merah yang mencolok sejak momen Imlek, tetapi perayaan Cap Go Meh juga selalu menampilkan festival lampion yang memukau.
Festival lampion ini menjadi bagian tak terpisahkan dari tradisi perayaan masyarakat Tionghoa, karena lampion memiliki makna simbolis yang mendalam.
Lampion sering dianggap sebagai lambang keberuntungan karena warnanya yang merah, yang merupakan simbol kemakmuran, kebahagiaan, dan kesejahteraan dalam budaya Tionghoa.
Masyarakat Tionghoa meyakini bahwa festival lampion yang meriah akan membawa berkah dan menerangi jalan bagi kehidupan mereka.
Kehadiran lampion-lampion berwarna merah ini menambah semarak dan keceriaan dalam perayaan Cap Go Meh.
Mereka memancarkan cahaya yang indah dan menambah kehangatan suasana, serta menjadi simbol harapan dan kebahagiaan bagi masyarakat yang merayakannya.
3. Kuliner khas yang wajib dihidangkan
Tidak hanya identik dengan pernak-pernik merah dan festival lampion, Cap Go Meh juga dikenal dengan hidangan khas yang selalu menghiasi meja makan dalam perayaannya.
Salah satu hidangan khas yang tak terlewatkan adalah mi panjang umur, yang menjadi simbol doa dan harapan untuk kesehatan dan umur yang panjang. Yang menarik, mi ini bisa memiliki panjang hingga mencapai 2 meter!
Selain mi panjang umur, terdapat juga hidangan lontong Cap Go Meh yang merupakan makanan perpaduan antara budaya Tionghoa dan Jawa.
Lontong Cap Go Meh merupakan alternatif dari yuanxiao, yang pada masa lampau sulit ditemukan di wilayah tersebut.
Para perantau Tionghoa yang menetap di Indonesia dan banyak menikahi orang Indonesia, mengadaptasi hidangan lontong ini dengan harapan makna yang serupa dengan yuanxiao.
Hidangan lontong Cap Go Meh biasanya terdiri dari lontong sebagai bahan dasar, disajikan dengan ayam opor, sambal kentang, dan telur rebus.
Kehadiran hidangan-hidangan ini menjadi bagian penting dalam tradisi Cap Go Meh, melambangkan harapan dan keberkahan dalam setiap hidangan yang disajikan.
4. Tradisi tarian barongsai
Tradisi barongsai dalam perayaan Cap Go Meh memiliki asal-usul yang kaya sejarah. Barongsai adalah simbol kebahagiaan, keberuntungan, dan kesejahteraan dalam budaya Tionghoa.
Biasanya, arak-arakan barongsai dilakukan di sepanjang jalan-jalan besar yang ramai dengan pengunjung.
Ketika barongsai menari, musik khas Imlek mengiringi langkah-langkahnya. Musik ini terdiri dari bunyi gong, drum, dan instrumen-instrumen tradisional Tionghoa lainnya yang menghasilkan irama yang khas dan menggugah semangat.
Selama pertunjukan barongsai, para penari membawa barongsai yang berbentuk singa atau naga dengan gerakan yang lincah dan mengagumkan. Gerakan yang dinamis dan atraktif ini membangkitkan semangat dan kegembiraan di antara penonton.
Di samping menjadi hiburan, arak-arakan barongsai juga dianggap memiliki kekuatan magis untuk mengusir energi negatif dan membawa keberuntungan kepada komunitas yang merayakan Cap Go Meh.
Dengan adanya barongsai, perayaan Cap Go Meh menjadi lebih hidup, meriah, dan penuh warna. Kehadirannya tidak hanya memperkaya budaya Tionghoa.
Tetapi juga menjadi lambang harapan dan optimisme untuk masa depan yang cerah bagi seluruh komunitas yang merayakan festival ini.
5. Perayaan unik Cap Go Meh di Indonesia
Perbedaan dalam perayaan Cap Go Meh antara China dan Indonesia menunjukkan akulturasi budaya yang kaya dan unik.
Di China, Cap Go Meh dikenal sebagai Festival Yuanxiao atau Festival Shangyuan, dengan tradisi penghormatan kepada Dewa Thai Yi yang diselenggarakan secara lebih resmi.
Sementara itu, di Indonesia, terutama di Palembang, Sumatera Selatan, perayaan Cap Go Meh difokuskan di Klenteng Hok Tjing Rio, Pulau Kemaro.
Di sini, masyarakat Tionghoa turut mempersembahkan doa dan syukur dengan tradisi khasnya sendiri, sering kali melibatkan upacara persembahan dan sembahyang.
Selain Palembang, Salatiga di Jawa Tengah juga memiliki tradisi unik dalam perayaan Cap Go Meh. Di sini, terdapat kirab budaya yang meriah dengan arak-arakan berisi patung dewa, lengkap dengan pertunjukan budaya lokal yang memadukan unsur-unsur Tionghoa dan Nusantara.
Kedua perayaan ini menunjukkan bagaimana masyarakat Tionghoa di Indonesia melestarikan warisan budaya mereka sambil mengadopsi unsur-unsur lokal.
Hal ini menciptakan kekayaan budaya yang beragam dan menyatukan elemen-elemen tradisional dari kedua budaya tersebut dalam sebuah perayaan yang meriah dan penuh makna.