Starlink Masuk RI Vs Nasib Satelit Satria-1 Kominfo – Satelit Satria-1 milik Republik Indonesia, diluncurkan dari Cape Canaveral, Florida, AS pada bulan Juni dan telah aktif beroperasi sejak Desember 2023.
Sementara itu, Starlink milik Elon Musk terus memperluas jangkauan layanannya di Indonesia.
Starlink Masuk RI Vs Nasib Satelit Satria-1 Kominfo
Tri Haryanto, Plt. Direktur Sumber Daya dan Administrasi Bakti Kominfo, menjelaskan bahwa Starlink dan Satria-1 menargetkan segmen pengguna yang berbeda.
“Meskipun Starlink juga ditujukan untuk daerah 3T, kami tetap fokus pada pemanfaatan Satria-1 karena perbedaan segmen penggunaannya. Kami mencoba memaksimalkan layanan yang telah ada,” ujar Tri di Gedung Kementerian Kominfo, Jakarta, Jumat (21/6/2024).
Satria-1, sebagai satelit High Throughput Satellite (HTS), digunakan untuk menyediakan akses internet di daerah-daerah terpencil, terluar, dan tertinggal.
Satelit ini memiliki kapasitas 150 Gbps untuk melayani 37 ribu titik terpencil dengan kecepatan internet antara 3 hingga 5 Mbps.
Di sisi lain, Starlink, yang telah diresmikan pertengahan Mei lalu, bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk menyediakan layanan internet di puskesmas.
Tri menyatakan bahwa telah ada koordinasi terkait penyaluran layanan Starlink ke puskesmas agar tidak tumpang tindih dengan Satria-1.
“Beberapa daerah masih membutuhkan layanan dari Bakti. Saya belum mendapatkan informasi pasti tentang jumlahnya. Starlink beroperasi secara komersial, sementara kami memanfaatkan Satria-1 untuk daerah yang membutuhkan layanan spesifik,” jelasnya.
Beberapa waktu yang lalu, Ian Josef Matheus Edward, seorang pengamat telekomunikasi dari ITB, mengungkapkan bahwa Bakti telah melaksanakan berbagai proyek telekomunikasi, termasuk Palapa Ring yang merupakan jaringan tulang punggung serta optik nasional, serta peluncuran satelit Satria-1 pada tahun lalu.
Menurut Ian dalam pernyataan tertulisnya, pemerintah telah menggunakan dana USO dan APBN untuk membiayai pembangunan infrastruktur telekomunikasi tersebut.
Ian juga menyatakan bahwa keputusan untuk menggantikan backhaul VSAT Satria-1 dengan Starlink adalah hak prerogatif Kominfo.
Namun, ia menekankan perlunya evaluasi mendalam oleh Kominfo terkait keberadaan Bakti jika ingin melakukan perubahan tersebut.
Ian juga mempertanyakan apakah Kominfo masih memerlukan Satria-1 dan Palapa Ring untuk melayani daerah 3T, mengingat biaya yang telah dikeluarkan pemerintah untuk menyediakan infrastruktur telekomunikasi yang begitu besar.