Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Putra Mahkota Saudi Menolak Kamala Harris Jadi Presiden AS ke-47

Putra Mahkota Saudi Menolak Kamala Harris Jadi Presiden AS ke-47 – Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman (MBS), dikabarkan tidak menyukai kemungkinan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS) Kamala Harris menjadi Presiden AS berikutnya.

Trump dan pangeran Saudi MBS bahas perang harga minyak

Putra Mahkota Saudi Menolak Kamala Harris Jadi Presiden AS ke-47

Kamala Harris, yang dikenal sangat liberal dan pernah menjadi jaksa terkemuka di AS, dinilai memicu kekhawatiran bagi MBS.

Menurut laporan Business Insider pada Kamis (25/7/2024), pakar intelijen dan pandangan strategis dari forum think-tank Stimson Center, Matthew Burrows, mengatakan bahwa MBS kemungkinan akan waspada terhadap Harris jika dia terpilih menggantikan Presiden Joe Biden.

“Seorang kandidat presiden yang liberal seperti Kamala Harris, yang dekat dengan para aktivis hak asasi manusia, juga akan mengkhawatirkan,” ujar Burrows, yang merupakan anggota senior tim peneliti di Stimson Center.

Kamala Harris set to take over Biden's cash as polls show close race with Trump

Burrows menambahkan bahwa MBS khawatir di bawah kepemimpinan Harris yang liberal, Partai Demokrat akan lebih vokal mengenai “catatan hak asasi manusia Saudi yang suram”.

Biden sebelumnya berjanji untuk mengambil tindakan tegas terhadap Riyadh, terutama setelah pembunuhan jurnalis Saudi Jamal Khashoggi pada tahun 2018.

Sementara itu, dalam kampanye tahun 2020, Harris pernah menyampaikan kritik tajam terhadap pembunuhan Khashoggi, menyebutnya sebagai “serangan terhadap jurnalis di mana pun” dan mendukung undang-undang di Senat AS untuk mempublikasikan lebih banyak informasi tentang kematian Khashoggi pada saat itu.

Harris juga menegaskan bahwa AS perlu “secara mendasar mengevaluasi kembali hubungan dengan Arab Saudi, menggunakan pengaruh kita untuk membela nilai-nilai dan kepentingan Amerika”.

Di bawah kepemimpinan Biden, Gedung Putih akhirnya mencapai semacam kesepakatan dengan MBS, yang berfokus pada menentang Iran dan mewujudkan stabilitas di kawasan Timur Tengah.

Burrows, dalam analisanya, mengatakan bahwa Harris bisa memperumit situasi tersebut. Menurut Burrows, seorang capres yang lebih konfrontatif dapat menjadi hambatan bagi upaya AS dalam menormalisasi hubungan antara Arab Saudi dan Israel, sekutu penting Washington di kawasan itu.

US President Joe Biden has addressed the nation from the Oval Office after ending his 2024 bid for re-election last weekend following mounting pressure over worries about his fitness for office

AS telah berusaha menjadi perantara untuk memperbaiki hubungan antara negara-negara Arab dan Israel, sebagian untuk menyeimbangkan pengaruh regional Iran.

Selain itu, Harris juga dikenal sebagai pendukung utama hak perempuan dan kelompok LGBT, yang dalam hukum Saudi memiliki kedudukan lebih rendah dibanding laki-laki.

Hubungan sesama jenis adalah ilegal di Saudi, dan semua perempuan diwajibkan memiliki wali laki-laki yang sah. Wanita Saudi yang memperjuangkan hak mereka dapat dihukum berat.

Burrows juga menyebut bahwa MBS mungkin enggan mengandalkan Harris setelah melihat bagaimana seorang pemimpin AS bisa dipaksa mundur karena tekanan dari dalam partainya sendiri.

Fawaz Gerges, seorang profesor Hubungan Internasional di London School of Economics, mengungkapkan sentimen serupa.

“Mundurnya Biden mungkin mengejutkan para penguasa Timur Tengah yang tidak terbiasa menyerahkan kekuasaan dengan mudah. Motto mereka adalah ‘sampai maut memisahkan kita’,” katanya.

Namun, kedua pakar tersebut menambahkan bahwa para pejabat Saudi kemungkinan mengharapkan banyak kesinambungan dari kepresidenan Harris, yang memperluas pendekatan Biden di kawasan Timur Tengah.

Anomali Pewarisan Tahta di Arab Saudi

Share: