Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Kemenkes Ungkap Pengguna Vape Melonjak 10 Kali Lipat

Kemenkes Ungkap Pengguna Vape Melonjak 10 Kali Lipat – Pengguna Vape atau rokok elektronik di Indonesia meningkat 10 kali lipat berdasarkan data terbaru Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023.

Bentuk rokok elektronik ini meliputi vape, pod, vapour, electrosmoke, dan sejenisnya. Tren peningkatan ini terlihat dari 0,3 persen pada tahun 2011 menjadi 3 persen pada tahun 2021.

Kemenkes Ungkap Pengguna Vape Melonjak 10 Kali Lipat
Pengguna Vape Melonjak 10 Kali Lipat

Kemenkes Ungkap Pengguna Vape Melonjak 10 Kali Lipat

Pengguna Vape Melonjak dan Terjadi peningkatan signifikan sebesar 10 kali lipat dalam penggunaan rokok elektronik. Jadi, kemungkinan ada kecenderungan anak-anak beralih dari rokok konvensional ke rokok elektronik,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, Eva Susanti, dalam Temu Media Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2024 di Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024).

Di sisi lain, data SKI 2023 mengungkap bahwa prevalensi perokok berada di angka 7,4 persen.

Angka ini menurun dibandingkan dengan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 yang menunjukkan angka 9,1 persen.

Namun, rentang usia perokok tertinggi adalah kelompok muda berusia 15 hingga 19 tahun sebesar 56,5 persen, sementara usia 10-14 tahun tercatat sebanyak 18,4 persen, diikuti oleh kelompok usia 13 hingga 15 tahun sebesar 19,2 persen.

“Karena populasi kita tinggi, termasuk populasi anak-anak, jumlah perokok anak kita sama besarnya dengan populasi Singapura,” tambahnya.

Oleh karena itu, pemerintah berencana segera mengesahkan rancangan peraturan pemerintah terkait zat adiktif berupa tembakau.

Untuk sepenuhnya melarang penggunaan rokok dan vape atau Rokok elektronik di kalangan anak-anak dan remaja berusia 10 hingga 21 tahun.

Kemenkes Ungkap Pengguna Vape Melonjak 10 Kali Lipat
Rokok konvensional

Upaya Industri Membatasi Akses Rokok pada Anak dan Remaja

Meskipun menurun, prevalensi perokok di Indonesia masih tergolong tinggi dibandingkan dengan negara lain, terutama di kalangan remaja. Dari sisi industri, berbagai upaya telah dilakukan untuk membatasi akses rokok bagi anak-anak dan remaja. Regulasi telah ada, bahkan SOP sudah diterapkan agar anak-anak dan remaja tidak mudah mendapatkan rokok.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey, menyatakan bahwa para ritel telah dilengkapi dengan Standard Operating Procedure (SOP) yang jelas terkait transaksi rokok kepada remaja atau anak-anak sekolah. Mereka yang memakai seragam sekolah tidak akan dilayani.

“Padahal di ayat sebelumnya, di RPP Kesehatan di pasal 432 sudah jelas bahwa di bawah usia 21 tahun dilarang menjual rokok. Kami di ritel sudah membuat SOP, bahwa yang berseragam sekolah tidak akan dilayani untuk penjualan rokok,” ujar Roy dalam acara Leaders Forum: Arah Industri Tembakau dan Pengaturan Akses Anak, di Aruba Room, Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024).

Namun, Roy menegaskan bahwa hal ini masih belum cukup untuk menekan jumlah perokok remaja atau anak-anak. Pasalnya, masih banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh mereka untuk tetap mendapatkan rokok.

Kemenkes Ungkap Pengguna Vape Melonjak 10 Kali Lipat
Membatasi Akses Rokok pada Anak dan Remaja

“Jika mereka datang ke toko tanpa memakai seragam, jika memakai seragam sekolah pasti kami larang. Sudah ada SOP, karena itu juga sebagai bentuk regulasi. Tapi bagaimana jika mereka tidak memakai seragam? Mereka bisa mengganti pakaian di parkir atau di toilet sekolah dan keluar dengan baju yang berbeda,” kata Roy.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Benny Wachyudi, mengatakan bahwa pengusaha juga telah melakukan tindakan untuk menekan jumlah perokok di Indonesia. Meskipun hal itu seperti tindakan bunuh diri, mereka tetap patuh pada PP 109 Tahun 2012.

“Dengan PP yang sudah ada, yaitu PP 109, kami patuh dan mengikuti, di bungkus rokok juga dicantumkan upaya menekan angka perokok. Kami bahkan melakukan sosialisasi bersama kawan-kawan APRINDO. Sebenarnya bagi kami melakukan sosialisasi agar tidak membeli rokok adalah seperti tindakan bunuh diri,” tegas Benny.

“Tetapi demi tidak adanya perokok anak, kami memberikan penyadaran bahwa rokok hanya boleh untuk usia 18 tahun ke atas. Kami melakukannya bersama-sama dengan ritel,” lanjutnya.

Di luar upaya-upaya tersebut, menurut Benny, masifnya peredaran rokok ilegal menjadi penyebab utama tingginya prevalensi perokok di Indonesia. Padahal, produksi rokok, khususnya rokok putih, sudah turun lebih dari 10 persen.

“Produksi rokok putih dari sebelumnya 15 miliar batang per tahun sekarang sudah di bawah 10 miliar. Artinya turun lebih dari 10 persen per tahun,” ujar Benny.

“Situasinya seperti itu, tetapi rokok ilegal terus meningkat, sehingga prevalensi perokok belum tentu turun,” pungkasnya.

Kemenkes Ungkap Pengguna Vape Melonjak 10 Kali Lipat
Rokok elektronik
Share: