Pertamax Green 92, Akan Segera Ganti Pertalite – PT Pertamina (Persero) mengusulkan agar Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin dengan nilai oktan 90 (RON 90) atau dikenal dengan merek Pertalite dihapus mulai 2024.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menjelaskan, ini sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No.P/20/menlhk/setjen/kum.1/3/2017 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, Kategori N, dan Kategori O.
Dalam Pasal 3 ayat 2 Peraturan Menteri LHK tersebut disebutkan bahwa bahan bakar minyak jenis bensin minimal memiliki nilai oktan (RON) 91.
Pertamax Green 92
Oleh karena itu, Nicke mengatakan, saat ini internal Pertamina tengah mengkaji untuk meningkatkan kadar oktan bensin bersubsidi Pertalite (RON 90) menjadi RON 92 atau setara Pertamax.
Hal tersebut dilakukan dengan mencampur bensin Pertalite (RON 90) dengan Etanol 7 % (E7), sehingga menjadi Pertamax Green 92.
Bila ini disetujui pemerintah, maka mulai tahun depan menurutnya Pertamina hanya akan menjual tiga jenis produk bensin dan ramah lingkungan, yakni Pertamax Green 92, Pertamax Green 95, dan Pertamax Turbo (RON 98).
“Kami akan keluarkan Pertamax Green 92-Pertalite dicampur etanol jadi 92. Jadi tahun depan 3 produk saja, Pertamax Green 92, 95 dan Turbo. Ini kita yakini dapat berikan manfaat,” ungkap Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Rabu (30/8/2023).
Nicke menjelaskan rencana tersebut bagian dari Program Langit Biru tahap kedua. Menurutnya, kualitas Pertamax Green 92 lebih baik dibanding Pertalite.
“Kalau misalnya harga sama tetapi masyarakat mendapatkan (BBM) lebih baik dengan octan number lebih baik, sehingga untuk mesin juga lebih baik sekaligus emisinya menurun. Why not?,” ungkapnya.
Jika rencana diterapkan, maka tahun depan Pertamina hanya akan menjual tiga produk BBM. Satu di antaranya, Pertamax Green 92 yang mencampur RON 90 dengan 7 persen etanol.
“Kedua Pertamax Green 95 mencampur Pertamax dengan 8% etanoldan ketiga Pertamax Turbo. Jadi ada dua green gasoline, green energy, low carbon yang akan menjadi produk Pertamina,” papar Nicke.
Meski begitu, Nicke menegaskan keputusan penggantian Pertalite menjadi Pertamax Green 92 ada di tangan pemerintah. Ia menyebut pergantian tersebut hasil kajian internal Pertamina yang akan diusulkan ke pemerintah.
Akan Segera Ganti Pertalite
“Implementasinya tentu menjadi ranah pemerintah untuk memutuskan. Jadi, 2024 mohon dukungannya kami akan mengeluarkan lagi yang disebut Pertamax Green 92, sebetulnya ini Pertalite dicampur dengan etanol, naik oktannya dari 90 ke 92,” pungkasnya.
Pertamax Green 92 nantinya akan masuk dalam barang subsidi jenis BBM khusus penugasan (JBKP) menggantikan Pertalite. Sehingga harganya akan diatur oleh pemerintah, di luar fluktuasi harga minyak mentah dunia.
“Pertamax Green 92 harganya pun tentu ini adalah regulated. Tidak mungkin yang namanya JBKP harganya diserahkan ke pasar karena ada mekanisme subsidi atau kompensasi di dalamnya,” tegas Nicke.
Sebelumnya, pemerintah akan mengeluarkan anggaran hingga Rp 329,9 triliun untuk subsidi kebutuhan energi di Indonesia pada 2024.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers RAPBN dan Nota Keuangan 2024, Rabu (16/8/2023).
“Untuk subsidi energi tahun depan kita akan menganggarkan Rp. 329,9 triliun terutama untuk solar, LPG dan subsidi listrik,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring pada Rabu (16/8/2023).
Sri Mulyani merinci, subsidi energi ini untuk LPG dengan volume 8,03 juta metrikton, kemudian listrik 450 VA dan 900 VA yang masuk dalam titik DTKS. “Sedangkan untuk Solar subsidi tetapnya 1.000,” bebernya.
Menkeu mengakui, jika dilihat pada tahun 2023 anggaran alokasi subsidi energi cukup besar namun mungkin outlooknya sampai akhir tahun tidak akan sebesar yang dianggarkan.
“Karena harga minyak lebih rendah meskipun kursnya sekarang Rupiah terhadap dolar lebih tinggi, dalam artian mendekati Rp 15.000 atau bahkan sudah di atas Rp 15.000,” dia menjelaskan.
“Kalau kita lihat di dalam RAPBN 2024 Kami menggunakan hampir sama angkanya dengan kemungkinan Outlook 2023. Ini karena harga minyak kan diasumsikan di 80 yang mirip dengan angka yang realisasi tahun ini,” tambahnya.