Disease X Sudah OTW, Bisa Picu 50 Jt kematian – Baru-baru ini warga dunia dibuat geger oleh kemunculan ‘Disease X’. Disease X adalah sebutan yang digunakan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk merujuk pada wabah pandemi yang baru.
Seorang pakar vaksin di Inggris, Dame Kate Bingham, menganalisa potensi dari Disease X.
Disease X Sudah OTW, Bisa Picu 50 Jt kematian
Menurutnya, penyakit baru tersebut bisa tujuh kali lebih mematikan dibanding COVID-19. Karenanya, ia memprediksikan Disease X dapat menyebabkan setidaknya 50 juta kematian orang di dunia.
Hal itu diungkapkan oleh pakar vaksin Dame Kate Bingham. Menurutnya, dunia selama ini sedikit ‘beruntung’ karena COVID-19 tidak lebih mematikan dibandingkan Disease X.
Sebab, penyakit baru tersebut bisa tujuh kali lebih mematikan dari COVID-19.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjuluki pandemi berikutnya sebagai ‘Disease X’. Banyak ahli berpendapat bahwa penyakit ini ‘sedang dalam perjalanan’.
Sejumlah pakar menduga, penyakit ini nantinya akan berasal dari virus yang memang sudah ada sebelumnya.
“Pandemi flu pada tahun 1918-1919 menewaskan sedikitnya 50 juta orang di seluruh dunia, dua kali lebih banyak dari jumlah korban tewas dalam Perang Dunia I,” ujar Dame Kate, Senin (25/9/2023).
“Saat ini, kita memperkirakan jumlah kematian yang sama disebabkan oleh salah satu dari sekian banyak virus yang sudah ada.
Saat ini, terdapat lebih banyak virus yang sibuk bereplikasi dan bermutasi dibandingkan gabungan semua bentuk kehidupan lain di planet kita,” imbuhnya.
Meski tidak disebutkan perkiraan pasti kapan persisnya disease X muncul, sejumlah ahli meyakini akan ditemukan dalam waktu dekat, bahkan dalam 10 tahun ke depan.
Hal ini juga sejalan dengan perkiraan pakar global health security Dicky Budiman.
Berkaca pada perjalanan di abad 21, kemunculan penyakit baru lebih sering dilaporkan setiap lima tahun sekali.
Jauh berbeda dengan abad sebelumnya yakni kemunculan penyakit baru biasanya baru merebak dalam 50 tahun sekali.
“Setiap 5 tahun sekali ada penyakit baru, tahun 2000-an SARS, kemudian kita melihat kemunculan Ebola, kemunculan MERS, kita melihat kemunculan Zikka, dan tentu terakhir adalah COVID-19, ini adalah suatu pertanda dunia semakin rawan, lingkungan ekosistem bumi ini semakin tidak seimbang, tidak sehat, sehingga memudahkan kemunculan yang kita khawatirkan atau penyakit X itu,” beber pakar epidemilogi Universitas Griffith Australia tersebut, saat dihubungi detikpulsa Senin (25/9/2023).
Kriteria disease X selain mematikan, memiliki kecepatan penularan sangat tinggi sehingga mudah menginfeksi manusia.
Sama seperti COVID-19, dampaknya tidak hanya pada aspek kesehatan, tetapi juga terganggunya politik, ekonomi, hingga sosial.
“Kematiannya tinggi bisa puluhan ribu dikatakan di satu negara, termasuk di Indonesia, selain tentu belum ada obat yang sifatnya mencegah kematian ataupun yang bisa menyembuhkan, selain itu belum ada vaksin,” sambungnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik dr Siti Nadia Tarmizi mengatakan bukannya tidak mungkin Disease X bisa ‘berkelana’ hingga ke Indonesia.
Sebab, perkembangan teknologi dan zaman membuat virus penyakit dapat berpindah dengan lebih cepat.
“Penyakit itu tidak mengenal batas wilayah, batas negara, batas kabupaten. Kemudian mobilitas orang yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain itu juga memudahkan perpindahan penyakit dari satu negara ke negara lain. Berbeda zaman dulu orang berbulan-bulan naik kapal untuk bisa sampai ke suatu daerah. Tapi sekarang ini dalam hitungan jam orang bisa sampai ke negara lain, bahkan berpindah ke daerah lain,” ujarnya saat dihubungi detikpulsa, Senin (25/9/2023).
Meski begitu, dr Nadia menuturkan Indonesia sendiri sudah mempersiapkan berbagai langkah guna mengantisipasi kemunculan pandemi baru.
“Kita tetap terus diminta kesiapsiagaan pandemi bukan hanya untuk melihat COVID-19. WHO meminta 2023 sampai 2025, dibuatkan rencana strategi menanggapi COVID-19 dikarenakan memang artinya kita belum pada tahap aman,” imbuhnya.
“Kita nggak tahu karena sekarang sudah ada omicron, terus ada macam-macam. Jadi kita tetap diminta kesiapsiagaan pandemi untuk melihat perkembangan virus,” sambungnya.
Selain itu, dr Nadia mengatakan Indonesia terus menjalin kerja sama dengan berbagai pihak untuk memantau perkembangan virus di berbagai belahan dunia.
“Salah satunya adalah kenapa kita ada surveillance genomic. Saat ini kan sudah banyak sekali mesin PCR, kemudian kita tahu (ada) biogenomic initiative yang kita gunakan untuk memantau surveillance virus. Kita juga mendorong kemarin di G20 untuk semua negara saling bertukar informasi tentang mutasi virus. Sehingga kalau ada keanehan virus pada tempat lain, kemudian bisa dideteksi dan saling tukar menukar pola virus yang sama,” pungkasnya.
Dari Mana Munculnya Disease X?
Sumber disease X disebut Dicky lebih mungkin berasal dari zoonotic disease, artinya penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia. Bisa berupa bakteri, virus, maupun infeksi jamur.
Di awal penyebaran, disease X bisa saja tidak terdeteksi. Hal ini kemudian memudahkan penyakit terus menyebar dan lebih banyak menyerang masyarakat.
“Lokasi yang berpotensi besar menimbulkan penyakit-penyakit baru sebetulnya di kawasan alam liar, garis khatulistiwa, indochina, di India,” sambungnya.
Namun, catatannya, negara yang berada di daerah khatulistiwa disebut Dicky memiliki tantangan dengan sistem surveilans yang lemah sehingga sulit dalam mendeteksi dini awal penyakit.
“Karenanya ketika disease X lahir tidak serta merta terdeteksi, umumnya terdeteksi di negara yang baik,” sambung dia.
Selain bersifat alamiah, Dicky juga tidak menampik kemunculan disease X yang diakibatkan ‘bocornya’ virus dari laboratorium.
“Iya sebetulnya adanya kebocoran dari laboratorium penelitian, kebocoran ini keluar adalah misalnya dari virus atau bakteri, bahkan yang sangat infeksius, menular, dan mungkin hasil rekayasa hasil penelitian, akibat lain yang akhirnya menjadi masalah kesehatan itu potensinya ada saat ini apalagi misalnya, kurangnya security, “Untuk itulah dunia harus aktif memperkuat sistem regulation,” pesan dia.
Dunia disebut Dicky dihadapkan dengan krisis iklim yang semakin buruk, banyak kerusakan alam yang membuat kontak manusia dengan virus atau patogen menjadi lebih dekat, dibawa oleh hewan liar.
Bak bom waktu, penyakit baru bisa muncul dalam waktu dekat, terlebih 75 persen penyakit baru yang mewabah berasal dari hewan.