Penampakan Gunung Duit Rp 32 M Bukti Kasus Email Palsu – Pada Selasa (7/5/2024), Bareskrim Polri mengadakan konferensi pers.
Di mana barang bukti dalam kasus dugaan penipuan melalui manipulasi data email palsu dipamerkan. Barang bukti tersebut berupa uang tunai sebesar Rp 32 miliar, yang terdiri dari pecahan Rp 100 ribu.
Penampakan Gunung Duit Rp 32 M Bukti Kasus Email Palsu
Uang tersebut disusun rapi dalam plastik dan bertumpuk, dengan tinggi tumpukan mencapai sekitar satu meter.
Menurut keterangan Brigjen Himawan Bayu Aji, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, uang tersebut disita saat penangkapan para tersangka yang terlibat dalam kasus tersebut.
Total ada lima tersangka, di antaranya dua di antaranya adalah warga negara Nigeria. Satu tersangka WN Nigeria lainnya, berinisial S, masih dalam pencarian.
Korban dalam kasus ini adalah Kingsford Huray Development Ltd. Para tersangka diduga menggunakan alamat email yang mirip dengan perusahaan tersebut untuk melakukan penipuan.
Selain uang tunai, sejumlah barang bukti lainnya juga disita dari para tersangka, termasuk empat paspor, 12 unit handphone, satu laptop, satu flash disk, lima buku tabungan, dan 20 kartu ATM.
Para tersangka dijerat dengan berbagai pasal, termasuk Pasal 51 ayat 1 juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 378 KUHP, Pasal 55 ayat 1 KUHP, Pasal 82 dan Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, serta Pasal 3, Pasal 5 ayat 1, dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Ancaman hukuman bagi para tersangka adalah penjara dengan durasi paling lama 20 tahun.
Kasus Email Palsu Bikin Rugi Rp 32 M, WN Nigeria Tersangka
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Brigjen Himawan Bayu Aji, mengungkapkan rincian lebih lanjut mengenai modus operandi manipulasi data Email atau bisnis Email Compromised yang menyebabkan kerugian sebesar Rp 32 miliar.
Pada 25 April 2024, tim penyidik dari Direktorat Siber Bareskrim Polri berhasil menangkap lima tersangka terkait kasus ini, yang terdiri dari empat pria dan satu wanita.
Himawan menjelaskan bahwa korban dalam kasus ini adalah sebuah perusahaan yang berbasis di Singapura.
Kasus ini awalnya dilaporkan kepada kepolisian Singapura sebelum kemudian diserahkan kepada Bareskrim Polri untuk ditangani lebih lanjut.
Dalam upaya untuk memperoleh transferan dana secara ilegal, dua dari lima tersangka tersebut berasal dari Nigeria. Modus operandi para tersangka melibatkan pemalsuan alamat email perusahaan.
Mereka mendirikan perusahaan abal-abal yang kemudian berkomunikasi dengan perusahaan di Singapura terkait bisnis.
Proses transaksi dilakukan sehingga perusahaan korban mengirimkan dana ke perusahaan fiktif milik para tersangka.
Untuk menipu korban, para tersangka memanfaatkan alamat Email Palsu yang hampir identik dengan alamat email asli perusahaan korban. Mereka juga mengirimkan rekening palsu yang telah mereka buat di Indonesia.
Akibat modus operandi ini, perusahaan korban mengalami kerugian materiil yang cukup besar, mencapai total Rp 32 miliar.
Penyelidikan lebih lanjut masih terus dilakukan oleh Bareskrim Polri untuk mengungkap seluruh jaringan dan pihak terlibat dalam kasus ini.
Berikut identitas para tersangka:
– CO alias O (WN Nigeria)
– EJA alias E (WN Nigeria)
– DN alias L
– YC
– I
Himawan mengungkapkan bahwa CO dan EJA memerintahkan L untuk merekrut YC dan I dalam pembentukan perusahaan yang bertujuan untuk menampung hasil kejahatan.
Di samping mereka, seorang WN Nigeria lainnya, berinisial S, yang masih dalam status pencarian, juga terlibat dalam melakukan peretasan dan berkomunikasi dengan perusahaan korban di Singapura.
Para tersangka akan dihadapkan pada berbagai pasal hukum yang relevan, seperti Pasal 51 Ayat 1 juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 378 KUHP, dan Pasal 55 ayat 1 KUHP.
Selain itu, Pasal 82 dan Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana, serta Pasal 3, Pasal 5 ayat 1, dan Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juga akan dikenakan pada mereka.
Himawan menegaskan bahwa para tersangka menghadapi ancaman hukuman pidana penjara dengan durasi maksimum 20 tahun.