Sandra Dewi Segera Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Timah 271T Hari Ini – Artis Sandra Dewi kembali dipanggil Kejaksaan Agung untuk diperiksa terkait dugaan korupsi Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah periode 2015-2022, atau dikenal juga sebagai kasus korupsi timah, pada Rabu (15/5/2024).
Sandra Dewi Segera Diperiksa Kejagung Terkait Kasus Timah 271T Hari Ini
“Anggap saja iya, tapi apakah yang bersangkutan hadir atau tidak masih belum terkonfirmasi,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana saat dikonfirmasi.
Menurut Ketut, Sandra Dewi dijadwalkan untuk diperiksa pukul 09.00 WIB. Ia akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus yang melibatkan suaminya, Harvey Moeis.
“Pemanggilan sesuai jadwal pada pukul 09.00 WIB. Yang jelas, pemeriksaan terkait kasus timah akan dilakukan sekitar waktu tersebut,” jelasnya.
Hari ini merupakan pemeriksaan kedua setelah Sandra Dewi diperiksa sebagai saksi pada Kamis, (4/4/2024) lalu. Dalam pemeriksaan pertama, Sandra tidak banyak memberikan pernyataan.
“Doakan saja semoga semuanya berjalan lancar,” kata Sandra singkat saat memasuki gedung Kejagung.
Serupa saat selesai diperiksa, Sandra mengatupkan tangan dan tersenyum sebelum beranjak ke mobil MPV Toyota Innova Hitam, ia hanya meminta agar berita yang dibuat sesuai dengan fakta.
“Jangan membuat berita-berita yang tidak benar. Tolong perhatikan data yang sebenarnya ya,” ujar istri Harvey Moeis tersebut.
Harvey Moeis Terancam Dipidana Seumur Hidup
Harus diketahui bahwa suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis (HM), terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup dan denda hingga Rp1 miliar.
Selain itu, ia juga berpotensi diwajibkan membayar uang pengganti yang setara dengan nilai harta benda yang diperoleh dari tindakan korupsi.
Ancaman tersebut muncul setelah Harvey Moeis ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas Timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Saat ini, Harvey juga dijerat dengan pasal terkait dugaan tindak pidana pencucian uang (TTPU).
Penyidik akan menelusuri harta kekayaan yang dimiliki oleh suami Sandra Dewi tersebut untuk mengidentifikasi hasil dari tindak pidana tersebut.
Sandra Dewi-Harvey Moeis Pisah Harta, Kejagung Pastikan Tetap Sita Jika Terkait Korupsi Timah
Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan tetap menyita aset milik tersangka Harvey Moeis (HM) meski ada perjanjian pisah harta dengan istrinya, artis Sandra Dewi, selama aset tersebut berkaitan dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
“Dalam perkara ini, yang kami sangka terlibat dalam tindak pidana korupsi adalah saudara HM. Kegiatan penelusuran aset yang kami lakukan mencakup aset-aset milik HM, dan sepanjang alirannya menyangkut ada indikasi keterlibatan atau ada kaitannya, pasti akan kami lakukan penyitaan,” ujar Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (27/4/2024) malam.
Kuntadi menegaskan bahwa proses penyitaan aset tidak akan terhambat oleh urusan apapun, karena merupakan bagian dari penegakan hukum.
“Tidak peduli siapa yang memiliki aset tersebut, entah istrinya atau siapapun. Sepanjang ada dugaan keterkaitan, pasti akan kami ambil,” kata Kuntadi.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan sejumlah tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Salah satu tersangka adalah Kepala Dinas (Kadis) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung (Babel).
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi menyampaikan bahwa pihaknya memeriksa 14 saksi hari ini, dengan lima di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.
“Setelah diperiksa, penyidik menemukan alat bukti yang cukup sehingga kami tetapkan lima orang tersangka yaitu HL selaku Beneficiary Owner PT TIM, FL selaku Marketing PT TIN, SW selaku Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015-Maret 2019, BN selaku Plt Kadis ESDM Maret 2019, dan AS Plt Kadis ESDM yang kemudian ditetapkan sebagai Kepala Dinas ESDM,” tutur Kuntadi di Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (26/4/2024).
Kuntadi menyebutkan bahwa tiga dari lima tersangka ditahan, yakni FL di Rutan Salemba Cabang Kejagung, kemudian AS dan SW di Rutan Salemba Jakarta Pusat.
Sementara tersangka BN belum ditahan karena alasan kesehatan, dan HL belum hadir dalam pemeriksaan karena sakit sehingga akan dipanggil ulang sebagai tersangka.
Secara singkat, kasus ini melibatkan tersangka SW, BN, dan AS yang masing-masing selaku Kadin dan Plt Kadin ESDM Provinsi Bangka Belitung sengaja menerbitkan dan menyetujui Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) dari perusahaan smelter PT RBT, PT SIP, PT TIN, dan CV VIP.
“RKAB tersebut diterbitkan meskipun tidak memenuhi syarat,” jelas Kuntadi.
Ketiga tersangka ini mengetahui bahwa RKAB yang diterbitkan tidak digunakan untuk penambangan di wilayah IUP perusahaan tersebut, melainkan untuk melegalkan aktivitas perdagangan timah yang diperoleh secara ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk.
“Sementara HL dan FL turut serta dalam pengkondisian pembiayaan kerjasama penyewaan peralatan processing peleburan timah sebagai bungkus aktivitas pengambilan timah dari IUP PT Timah. Mereka membentuk perusahaan boneka yaitu CV BPR dan CV SMS untuk melaksanakan atau memperlancar aktivitas ilegalnya,” tandas Kuntadi.
Kejar Tersangka Koorporasi
Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Selain menetapkan tersangka individu, penyidik juga sedang mengejar tersangka dari pihak korporasi.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah menyampaikan bahwa dalam kasus tindak pidana korupsi eksplorasi timah secara ilegal, dampak yang ditimbulkan diperhitungkan sebagai bagian dari perekonomian negara.
Namun, tujuan utamanya bukan hanya untuk mengembalikan hak negara dari timah yang diambil secara ilegal sebagai uang pengganti atau recovery asset.
“Tetapi lebih menitikberatkan pada perbaikan atau rehabilitasi, di mana pelaku korupsi harus bertanggung jawab atas kerusakan yang timbul, termasuk dampak ekologis kepada masyarakat sekitar,” ujar Febrie kepada wartawan, Kamis (25/4/2025).
“Oleh karenanya, kerugian tersebut tidak dapat dibebankan kepada negara semata. Tujuan recovery asset juga mencakup pemulihan lingkungan yang harus dibebankan kepada pelaku, sehingga ke depan juga akan dibebankan kepada pelaku korporasinya,” lanjutnya.
Febrie menekankan bahwa kerusakan lingkungan akibat eksplorasi ilegal tidak hanya merugikan negara tetapi juga menimbulkan dampak negatif bagi ekosistem dan masyarakat setempat.
Oleh karena itu, tanggung jawab pemulihan lingkungan harus dipikul oleh para pelaku korupsi, baik individu maupun korporasi.